Pengamat: Empat pasangan miliki peluang menang di Pilkada NTT
5 Juni 2018 05:59 WIB
Arsip. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTT berfoto bersama seusai menerima SK penetapan pasangan calon gubernur-wakil gubernur NTT oleh KPU di Kupang, NTT, Senin (12/2/2018). KPU NTT menetapkan empat pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur NTT, yaitu Esthon L Foenay-Christian Rotok, Benny K Harman-Benny A Litelnoni, Viktor Bungtilu Laiskodat-Joseph Nae Soi, dan Marianus Sae-Emmilia Nomleni. (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Kupang (ANTARA News) - Empat pasangan calon yang bertarung dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2018 sama-sama memiliki peluang menang, kata pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona.
"Jika membaca peta pertarungan elektoral berbasis kultur politik, keempat pasangan calon punya peluang menang yang sama, 50:50," kata Mikhael Bataona, M.A. kepada Antara di Kupang, Selasa pagi.
Ia mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan seputar siapa yang paling berpeluang memenangi pilkada dari keempat pasangan calon tersebut.
Dalam Pilgub NTT, akan bertarung empat peserta pilkada, yakni Esthon L. Foenay dan Christian Rotok (Esthon-Chris), Marianus Sae/Emilia Nomleni (MS-Emi), Benny K. Harman/Benny A. Litelnoni(Harmoni), dan Viktor Bungtilu Laiskodat/Joseph Nae Soi (Victory-Joss).
Mereka memiliki peluang yang sama karena secara geopolitik, masing-masing calon mengandalkan basis dukungan dari ceruk atau kanal suara pada basis masing-masing, yaitu berbasiskan suku dan agama.
Menurut dia, akan sulit menemukan calon yang mampu mengekspansi wilayah basis calon lainnya karena secara kultur, pemilih di NTT itu mayoritasnya pemilih tradisional.
"Akan tetapi, setelah beberapa bulan ini melakukan kampanye dan konsolidasi elektoral, saya membaca bahwa pasangan calon yang awalnya begitu diunggulkan, seperti yang tergambar dalam survei pada bulan Januari 2018, justru sudah terkejar," katanya.
Saat itu, Esthon-Cris unggul jauh dari tiga pasangan calon lainnya. Akan tetapi, saat ini posisi pasangan calon ini sudah terkejar oleh pasangan Viktory-Joss dan Harmoni.
Jika Esthon-Chris masih bisa menjaga soliditas basisnya di Timor, dan Sumba, peluang menang masih besar.
Namun, katanya lagi, akan sulit jika dukungan kepada paket ini melemah akibat gempuran Viktory-Joss di Timor dan Sumba, Rote, dan Sabu juga Alor, serta gangguan dari paket Harmoni di Manggarai Raya.
Keadaan tersebut menjelaskan bahwa "bandwagon effect" atau? dukungan publik karena mengikuti suara mayoritas pemilih saat itu yang mengunggulkan Esthon-Cris?tidak lagi berlanjut.
"Efek psikologis itu berhenti karena lamanya waktu kampanye dan kekuatan akomodasi yang mulai mempengaruhi medan pertarungan," katanya.
Oleh karena itu, yang terbaca saat ini adalah pada sisa waktu sebulan ini, paket yang pergerakan dan konsolidasi politiknya kian kuat dan merata adalah dua paket tersebut, yaitu Viktory-Joss dan Harmoni.
Jika situasi ini tidak berubah, hingga hari-H, kata dia, peluang keduanya untuk mengungguli paket lainnya sangat terbuka.
"Soal siapa yang akan keluar sebagai pemenang, saya kira akan sangat ditentukan oleh manajemen isu dan kekuatan gempuran di darat. Bukan lagi pada opini-opini di media sosial di dunia maya," katanya.
"Jika membaca peta pertarungan elektoral berbasis kultur politik, keempat pasangan calon punya peluang menang yang sama, 50:50," kata Mikhael Bataona, M.A. kepada Antara di Kupang, Selasa pagi.
Ia mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan seputar siapa yang paling berpeluang memenangi pilkada dari keempat pasangan calon tersebut.
Dalam Pilgub NTT, akan bertarung empat peserta pilkada, yakni Esthon L. Foenay dan Christian Rotok (Esthon-Chris), Marianus Sae/Emilia Nomleni (MS-Emi), Benny K. Harman/Benny A. Litelnoni(Harmoni), dan Viktor Bungtilu Laiskodat/Joseph Nae Soi (Victory-Joss).
Mereka memiliki peluang yang sama karena secara geopolitik, masing-masing calon mengandalkan basis dukungan dari ceruk atau kanal suara pada basis masing-masing, yaitu berbasiskan suku dan agama.
Menurut dia, akan sulit menemukan calon yang mampu mengekspansi wilayah basis calon lainnya karena secara kultur, pemilih di NTT itu mayoritasnya pemilih tradisional.
"Akan tetapi, setelah beberapa bulan ini melakukan kampanye dan konsolidasi elektoral, saya membaca bahwa pasangan calon yang awalnya begitu diunggulkan, seperti yang tergambar dalam survei pada bulan Januari 2018, justru sudah terkejar," katanya.
Saat itu, Esthon-Cris unggul jauh dari tiga pasangan calon lainnya. Akan tetapi, saat ini posisi pasangan calon ini sudah terkejar oleh pasangan Viktory-Joss dan Harmoni.
Jika Esthon-Chris masih bisa menjaga soliditas basisnya di Timor, dan Sumba, peluang menang masih besar.
Namun, katanya lagi, akan sulit jika dukungan kepada paket ini melemah akibat gempuran Viktory-Joss di Timor dan Sumba, Rote, dan Sabu juga Alor, serta gangguan dari paket Harmoni di Manggarai Raya.
Keadaan tersebut menjelaskan bahwa "bandwagon effect" atau? dukungan publik karena mengikuti suara mayoritas pemilih saat itu yang mengunggulkan Esthon-Cris?tidak lagi berlanjut.
"Efek psikologis itu berhenti karena lamanya waktu kampanye dan kekuatan akomodasi yang mulai mempengaruhi medan pertarungan," katanya.
Oleh karena itu, yang terbaca saat ini adalah pada sisa waktu sebulan ini, paket yang pergerakan dan konsolidasi politiknya kian kuat dan merata adalah dua paket tersebut, yaitu Viktory-Joss dan Harmoni.
Jika situasi ini tidak berubah, hingga hari-H, kata dia, peluang keduanya untuk mengungguli paket lainnya sangat terbuka.
"Soal siapa yang akan keluar sebagai pemenang, saya kira akan sangat ditentukan oleh manajemen isu dan kekuatan gempuran di darat. Bukan lagi pada opini-opini di media sosial di dunia maya," katanya.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: