Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengingatkan pemerintah bahwa naiknya tarif cukai rokok pada 2019 mendatang akan berdampak negatif bagi kelangsungan industri.

"Faktanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) masih terjadi setiap tahun, salah satu faktornya adalah karena kenaikan cukai. Kalau omset turun, pengusaha pasti PHK pekerjanya," kata Sudarto di Jakarta, Senin.

Menurut Sudarto, pemerintah memang memiliki kepentingan meningkatkan penerimaan negara untuk memenuhi kebutuhan belanja negara setiap tahunnya, namun besaran tarif cukai yang tinggi dalam 5-8 tahun terakhir ini menyebabkan penurunan jumlah buruh rokok.

"Kami aktif menyuarakan dari pejabat tingkat kabupaten/kota, sampai berbagai instansi/pejabat tingkat pusat. Saya bahkan pernah menyampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo," ujar dia.

Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPS) Sjukrianto, berharap pemerintah tidak menaikkan lagi tarif cukai rokok.

"Imbas dari kenaikan cukai rokok ini panjang, dari pekerja rokok, industri, pedagang, sampai ke penerimaan negara. Masih banyak sumber pendapatan negara dari pos lainnya," kata Sjukrianto.

Sebagai referensi, tarif cukai rokok yang rata-rata sebesar 10 persen pada tahun ini saja sudah sangat membebani para pelaku usaha kecil.

Dia memperkirakan pertumbuhan pendapatan dari penjualan rokok pada tahun ini akan stagnan.

"Apalagi kalau cukai rokok tambah dinaikkan, pendapatan tidak akan tumbuh," ungkap dia.

Menurut Sjukrianto, pemerintah selalu menaikkan tarif cukai rokok dalam 3-4 tahun terakhir ini dan kebijakan tersebut dibuat tanpa memperhatikan peningkatan pendapatan masyarakat.

"Kalau pendapatan masyarakat bertambah, tidak masalah cukai dinaikkan, tapi kan pendapatan masyarakat juga belum naik," tutur Sjukrianto.

Anggota Dewan Penasihat Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Andriono Bing Pratikno menambahkan, tarif cukai yang rata-rata 10 persen dalam tiga tahun terakhir ini membuat kinerja industri rokok meredup.

"Data yang tercatat, pertumbuhan kuartal pertama 2017 adalah minus 1,6 persen year on year dibandingkan kuartal pertama 2016. Indikasi ini memang penerimaan negara meningkat, tapi dalam jumlah batang itu sedikit," ucapnya.