Kemenkes: penurunan prevalensi merokok turunkan biaya kesehatan
4 Juni 2018 12:03 WIB
Sejumlah pelajar mengenakan topeng domba saat menggelar aksi #TolakJadiTarget iklan rokok di kawasan Silang Monas, Jakarta, Sabtu (25/2/2017). (ANTARA/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Subdirektorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi Kementerian Kesehatan Theresia Sandra Diah Ratih mengatakan penurunan prevalensi merokok terbukti dapat mengurangi biaya pelayanan kesehatan akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok.
"Penurunan prevalensi merokok juga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi disparitas kesehatan," kata Sandra dalam sebuah pertemuan yang diadakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin.
Sandra mengatakan penurunan prevalensi merokok juga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengalokasikan pendapatan mereka yang terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pola konsumsi mereka.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 rokok memberikan sumbangan kedua terbesar terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 10,70 persen setelah beras yang berada pada persentase 25,35 persen.
"Di Amerika Serikat dan Perancis, tingkat kematian akibat kanker paru menurun sebagai hasil pelaksanaan kebijakan pengendalian tembakau, termasuk peningkatan cukai rokok," tuturnya.
Karena itu, Kementerian Kesehatan menyarankan agar tarif cukai hasil tembakau ditingkatkan dengan tinggi di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi agar harga rokok semakin tidak terjangkau dan prevalensi merokok menurun.
Kementerian Kesehatan mengadakan Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Pajak dan Cukai Tembakau. Selain Sandra, pembicara yang lain adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan.
"Penurunan prevalensi merokok juga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengurangi disparitas kesehatan," kata Sandra dalam sebuah pertemuan yang diadakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin.
Sandra mengatakan penurunan prevalensi merokok juga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengalokasikan pendapatan mereka yang terbatas untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pola konsumsi mereka.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 rokok memberikan sumbangan kedua terbesar terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 10,70 persen setelah beras yang berada pada persentase 25,35 persen.
"Di Amerika Serikat dan Perancis, tingkat kematian akibat kanker paru menurun sebagai hasil pelaksanaan kebijakan pengendalian tembakau, termasuk peningkatan cukai rokok," tuturnya.
Karena itu, Kementerian Kesehatan menyarankan agar tarif cukai hasil tembakau ditingkatkan dengan tinggi di atas inflasi dan pertumbuhan ekonomi agar harga rokok semakin tidak terjangkau dan prevalensi merokok menurun.
Kementerian Kesehatan mengadakan Pertemuan Tingkat Tinggi tentang Pajak dan Cukai Tembakau. Selain Sandra, pembicara yang lain adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: