WHO: Negara tak rugi naikkan cukai rokok
31 Mei 2018 23:27 WIB
ilustrasi: Petugas Bea Cukai dan Polisi menunjukkan barang bukti sejumlah alat pembuat rokok ilegal saat pemusnahan barang milik negara di kantor Bea Cukai Kudus, Jawa Tengah, Kamis (3/5/2018). (ANTARA /Yusuf Nugroho)
Jakarta (ANTARA News) - Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia N Paranietharan menegaskan negara tidak akan merugi apabila menaikkan tarif cukai dan pajak rokok.
Paranietharan dalam acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis, mengatakan tidak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok akan berdampak pada pekerja industri dan petani tembakau.
"Saya ingin menghapus mitos tentang pajak tembakau, bahwa kalau pajak ditingkatkan negara merugi. Tidak ada bukti yang menunjukkan hal tersebut. Industri terus meraih keuntungan dan sebenarnya petani dapat menanam tanaman jenis lain yang menguntungkan," kata dia.
Dia mencontohkan negara Filipina yang meningkatkan pajak bisa mengurangi jumlah perokok dan meningkatkan keuntungan terhadap pemerintah.
"Di Indonesia ini penting karena rokok menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia, 25 persen kematian terkait penyakit jantung disebabkan konsumsi rokok," kata Paranietharan.
Selain itu dia juga menekankan pentingnya pemerintah dalam menangani jumlah kasus perokok pasif.
Paranietharan menyebutkan data WHO bahwa sebanyak 80 persen penduduk Indonesia merupakan perokok pasif.
"Masih banyak hal yang perlu kita lakukan. Mengacu pada SDGs 2025, Indonesia harus menurunkan konsumsi tembakau hingga sepertiga, dari 68 persen menjadi 45 persen di 2025. Kita memiliki waktu 7 tahun," kata Paranietharan.
Baca juga: Kemenkes terus mendorong kenaikan cukai rokok
Paranietharan dalam acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis, mengatakan tidak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok akan berdampak pada pekerja industri dan petani tembakau.
"Saya ingin menghapus mitos tentang pajak tembakau, bahwa kalau pajak ditingkatkan negara merugi. Tidak ada bukti yang menunjukkan hal tersebut. Industri terus meraih keuntungan dan sebenarnya petani dapat menanam tanaman jenis lain yang menguntungkan," kata dia.
Dia mencontohkan negara Filipina yang meningkatkan pajak bisa mengurangi jumlah perokok dan meningkatkan keuntungan terhadap pemerintah.
"Di Indonesia ini penting karena rokok menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia, 25 persen kematian terkait penyakit jantung disebabkan konsumsi rokok," kata Paranietharan.
Selain itu dia juga menekankan pentingnya pemerintah dalam menangani jumlah kasus perokok pasif.
Paranietharan menyebutkan data WHO bahwa sebanyak 80 persen penduduk Indonesia merupakan perokok pasif.
"Masih banyak hal yang perlu kita lakukan. Mengacu pada SDGs 2025, Indonesia harus menurunkan konsumsi tembakau hingga sepertiga, dari 68 persen menjadi 45 persen di 2025. Kita memiliki waktu 7 tahun," kata Paranietharan.
Baca juga: Kemenkes terus mendorong kenaikan cukai rokok
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: