Jakarta (ANTARA News) - Advokat Fredrich Yunadi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik.
"Menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Fredrich Yunadi secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah secara bersama-sama dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 ditambah denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata jaksa penuntut umum KPK, Kresno Wibowo, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu adalah hukuman maksimal dari dakwaan pasal 21 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP. JPU pun tidak melihat ada hal yang meringankan dari perbuatan Yunadi. "Tidak ditemukan hal-hal yang meringankan dari perbuatan terdakwa dalam persidangan perkara ini," kata dia.
Sebaliknya JPU menyebutkan banyak hal yang memberatkan dari perbuatan dia.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa selaku advokat merupakan penegak hukum justru merlakukan tindakan tercela yang bertentangan dengan norma hukum dan menghalalkan segala cara dalam membela kliennya, terdakwa mengaku berpendidikan tinggi justru kerap menunjukkan tingkah laku dan perkataan yang tidak pantas atau kasar bahkan terkesan menghina pihak lain sehingga telah merendahkan kewibaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan," kata Wibowo.
Hal memberatkan lain, Yunadi dinilai berbelit-belit selama pemeriksaan persidangan dan sama sekali tidak menunjukkan rasa penyesalan dalam perbuatannya. Dia sebagai pengacara Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP elektronik. Namun Yunadi memberikan saran agar Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan alasan untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada izin dari presiden, selain itu melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Sehingga pada 15 November 2017, Novanto tidak datang memenuhi panggilan Penyidik KPK dan penyidik pun datang ke rumah Novanto pada malam harinya dan menemukan Yunadi di rumah itu.
Saat ditanya keberadaan Novanto, dia mengaku tidak mengetahui padahal sebelumnya ia menemuI Novanto di Gedung DPR. Novanto sudah lebih dulu pergi dari rumah bersama Azis Samual dan Reza Pahlevi (ajudan Novanto) menuju Bogor dan menginap di Hotel Sentul.
Pada 16 November 2017, Novanto menghubungi dokter RS Medika Permata Hijau, dr Bimanesh Sutarjo, untuk meminta bantuan agar Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit, salah satunya adalah hipertensi.
Sutarjo pun menyanggupi meski tahu Novanto sedang berkasus di KPK lalu menghubungi Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau, dr Alia, agar disiapkan ruang VIP rawat inap atas nama Novanto.
Permintaan Sutarjo itu juga disampaikan kepada dr Michael Chia Cahaya yang saat itu bertugas sebagai dokter jaga di IGD RS Permata Hijau bahwa akan masuk pasien dari dr Bimanesh Sutarjo bernama Novanto dengan diagnosa panyaklt hipertensi berat.
Pada sekitar pukul 17.30 WIB Yunadi juga datang ke RS Modika Parmata Hijau menemui Cahya di ruang IGD RS Permata Hijau meminta dibuatkan surat pangantar rawat inap atas nama Novanto dengan diagnosa kacelakaan mobil atas permintaan itu, Cahya menolak.
Atas penolakan itu Sutarjo membuat surat pangantar rawat inap manggunakan formulir surat pasian baru IGD padahal dia bukan dokter jaga IGD.
Sekitar pukul 18.45 WIB, Novanto tiba di RS Medika Permata Hijau dan langsung dibawa ke kamar VIP 323.
Setelah Novanto dilakukan rawat inap, Yunadi memberikan keterangan di RS Medika Permata Hijau kepada wartawan, Novanto luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar kue bakpauw, padahal Novanto hanya mmenderita beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri, serta lengan kiri.
Pada sekitar pukul 21.00 WIB, penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Novanto yang ternyata tidak luka serius, namun Yunadi menyampaikan, Novanto sedang dalam perawatan intensif dari Sutarjo sehingga tidak dapat dimintai keterangan.
Yunadi juga meminta Mansur (satpam RS Medika Permata Hijau) agar menyampaikan kepada penyidik KPK untuk meninggalkan ruang VIP di lantai 3 yang sebagian kamarnya sudah disewa keluarga Novanto dengan alasan mengganggu pasien yang sedang beristirahat.
Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak menahan Novanto namun Yunadi menolak penahanan itu dengan alasan tidak sah karena Novanto sedang dalam kondisi dirawat inap, padahal setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim dokter dari Ikatan Dokter indonesia di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. kesimpulannya menyatakan bahwa Setnov dalam kondisi mampu untuk disidangkan.
Atas tuntutan itu, Fredrich akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 Juni 2018.
Fredrich Yunadi dituntut 12 tahun penjara
31 Mei 2018 17:34 WIB
Dokumentasi Setya Novanto (kiri) bersama Fredrich Yunadi (kanan). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: