Penarikan guru dari daerah bukan berarti selesaikan masalah
30 Mei 2018 16:15 WIB
Seorang guru mengumpulkan siswa peserta Ujian Nasional Berbasis Kompetensi (UNBK) - SMP saat terjadi gangguan server di lapangan di SMP 12, Malang, Jawa Timur, Senin (23/4/2018). Akibat gangguan tersebut pelaksanaan UNBK sempat mundur selama 1,5 jam. (ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerhati pendidikan dari Eduspec Indonesia, Indra Charismiadji, menilai wacana penarikan guru dari daerah ke pusat bukan berarti dapat menyelesaikan permasalahan distribusi guru yang tidak merata.
"Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Kementerian Agama dalam tata kelola guru. Karena meski dikelola pusat, tak berarti masalah guru selesai," ujar Indra di Jakarta, Rabu.
Indra menjelaskan ada dua sistem yang sudah berjalan, yaitu di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Dia melihat di dua kementerian tersebut, sama-sama memiliki masalah.
Oleh karena itu, sebelum penarikan dilakukan, Kemdikbud harus belajar bagaimana memperbaiki sistem itu dulu.
Indra mencontohkan kebijakan penarikan kewenangan guru SMA ke provinsi, yang justru menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Pemerintah diminta keluarkan kebijakan pemerataan guru
"Banyak guru yang mengantri agar dipindahkan sebagai guru SMP. Rupanya setelah pemindahan itu, para guru kehilangan tunjangan dari pemerintah kabupaten/kota terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil," kata dia.
Indra berharap pemerintah memanfaatkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk melihat kebutuhan guru yang sebenarnya.
Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, menilai penarikan kewenangan itu bisa dilakukan mulai dari guru berstatus aparatur sipil negara (ASN). Hal itu dikarenakan, guru yang berstatus ASN harus tunduk pada UU ASN, yang dalam salah satu pasalnya disebutkan, mereka harus siap ditempatkan dimana saja di wilayah Indonesia.
"Mulai dari yang status ASN dulu, baru swasta. Kalau menurut saya, begitu guru ditempatkan di daerah, bukan hanya untuk setahun dua tahun, tetapi untuk jangka waktu yang lama," kata Ferdi.
Baca juga: Distribusi guru masih menjadi masalah di Sumsel
"Hal ini bisa dilihat dari pengalaman Kementerian Agama dalam tata kelola guru. Karena meski dikelola pusat, tak berarti masalah guru selesai," ujar Indra di Jakarta, Rabu.
Indra menjelaskan ada dua sistem yang sudah berjalan, yaitu di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Dia melihat di dua kementerian tersebut, sama-sama memiliki masalah.
Oleh karena itu, sebelum penarikan dilakukan, Kemdikbud harus belajar bagaimana memperbaiki sistem itu dulu.
Indra mencontohkan kebijakan penarikan kewenangan guru SMA ke provinsi, yang justru menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Pemerintah diminta keluarkan kebijakan pemerataan guru
"Banyak guru yang mengantri agar dipindahkan sebagai guru SMP. Rupanya setelah pemindahan itu, para guru kehilangan tunjangan dari pemerintah kabupaten/kota terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil," kata dia.
Indra berharap pemerintah memanfaatkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk melihat kebutuhan guru yang sebenarnya.
Anggota Komisi X DPR, Ferdiansyah, menilai penarikan kewenangan itu bisa dilakukan mulai dari guru berstatus aparatur sipil negara (ASN). Hal itu dikarenakan, guru yang berstatus ASN harus tunduk pada UU ASN, yang dalam salah satu pasalnya disebutkan, mereka harus siap ditempatkan dimana saja di wilayah Indonesia.
"Mulai dari yang status ASN dulu, baru swasta. Kalau menurut saya, begitu guru ditempatkan di daerah, bukan hanya untuk setahun dua tahun, tetapi untuk jangka waktu yang lama," kata Ferdi.
Baca juga: Distribusi guru masih menjadi masalah di Sumsel
Pewarta: Indriani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: