Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan penetapan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) menjadi salah satu solusi konflik lahan yang muncul dalam kawasan hutan.

"Saya sih melihatnya paling TORA, kan hutan dilepaskan. Atau kalau tidak bisa dilepaskan berarti dengan Perhutanan Sosial," kata Siti di sela-sela Green Ramadhan di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dari sisi kehutanan tentu akan melihat kemungkinan pelepasan status hutan untuk penyelesaian permasalahan tanah. Namun jika itu tidak memungkinkan maka jalan keluarnya menggunakan Perhutanan Sosial, sesuai dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Permasalahan Tanah di dalam Kawasan Hutan (PPTKH).

Meski demikian, menurut Siti, penggunaan TORA dan Perhutanan Sosial untuk menyelesaikan permasalahan di kawasan hutan akan bersifat komplemetari saja.

"Karena pada dasarnya memang banyak sertifikat di dalam kawasan hutan dan kita memang harus selesaikan itu. Sertifikat di dalam hutan bisa puluhan ribu jumlahnya dan kita perlu lihat betul apa yang sesungguhnya terjadi, karena yang mengeluarkan sertifikat itu BPN di daerah," ujar dia.

Selain itu, ia mengatakan perlu dilihat pula apakah betul selama ini BPN di daerahnya sudah memperhitungkan kawasan hutan. "Kita tidak tahu karena itu proses yang terjadi puluhan tahun. Makanya diatur dalam Perpres ini".

Sedangkan untuk masyarakat adat yang berada di dalam kawasan hutan, menurut dia, tidak ada masalah. "Untuk Hutan Adat kan ada aturan mainnya sendiri. Cirinya kan ada di lokasi itu. Masak masyarakat adat di-resetllement rasanya tidak seperti itu".

"Kalau kita bicara soal masyarakat adat dalam arti dia benar-benar dari lokasi itu dan bukan pendatang, kita akan tahu persis mana yang masyarakat adat dan masyarakat pendatang. Aturan mainnya jelas, jadi ga masalah," lanjutnya.

Sebelumnya telah dilakukan pembahasan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang PPTKH yang merupakan "up grade" dari Surat Keputusan Bersama Empat Menteri terkait persoalan-persoalan keterlanjuran pemanfaatan hutan baik oleh masyarakat atau perusahaan yang beberapa tahun lalu "dibimbing" oleh KPK.

Surat Keputusan Bersama empat Menteri yakni berasal dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Keementerian Dalam Negeri.

Namun sudah ada pula daerah yang mengeluarkan keputusan sebagai turunan dari Perpres itu yang bunyinya sama yakni terkait PPTKH. Rencananya Menko Perekonomian akan mengundang para gubernur untuk melakukan Rapat Kerja (Raker) yang khusus membahas PPTKH ini, lanjutnya.

"Indikasi luasannya belum tahu karena harus mendengarkan dari hasil Raker dengan gubernur," lanjutnya.