Dublin (ANTARA News) - Irlandia akan mengakhiri beberapa undang-undang aborsi paling ketat di dunia setelah jajak pendapat menunjukkan suara mayoritas untuk perubahan pada salah satu negara paling konservatif di Eropa tersebut.

Ketika penghitungan suara dimulai pada Sabtu pagi, kampanye resmi LoveBoth yang menentang perubahan mengakui bahwa jajak pendapat memberikan "gambaran suram" untuk upaya mereka untuk mempertahankan larangan konstitusional yang diberlakukan dalam referendum 1983.

"Ini adalah Ya" demikian bacaan judul halaman depan pada surat kabar terlaris negara itu,"Irish Independent," yang menyebutnya sebagai "momen besar dalam sejarah sosial Irlandia".

Sebuah hasil jajak pendapat orang-orang setelah pemilihan dari "Irlandia Times/Ipsos MRBI" menunjukkan bahwa pemilih di negara yang dahulu menjunjung tinggi agama Katolik itu pada Jumat mendukung perubahan sebesar 68 persen terhadap 32 persen. Jajak pendapat "RTE/Behavior & Attitudes" menempatkan margin pada 69 persen terhadap 31 persen.

Para pemilih ditanyai apakah mereka ingin membatalkan amandemen 1983 terhadap konstitusi yang memberi anak yang belum lahir dan ibunya hak-hak yang setara untuk hidup. Pelarangan teguh pada aborsi sebagian dicabut pada 2013 untuk kasus-kasus di mana kehidupan ibu dalam bahaya.

Jika dikonfirmasi, hasilnya akan menjadi tonggak terbaru di jalur perubahan bagi negara yang hanya melegalkan perceraian sejumlah kalangan yang sangat kecil pada 1995 sebelum menjadi yang pertama di dunia yang mengadopsi pernikahan sesama jenis dengan suara populer tiga tahun lalu.

Baca juga: Trump persulit aborsi bagi perempuan di seluruh dunia

"Sepertinya kita akan membuat sejarah besok," demikian Perdana Menteri Leo Varadkar, yang mendukung perubahan, pada Jumat malam di "Twitter."

Penghitungan suara dimulai pada pukul 08.00 GMT (15.00 WIB) di seluruh negeri pada Sabtu, dengan indikasi pertama hasil yang diperkirakan pada pertengahan pagi. Para pegiat untuk perubahan, memakai baju hangat bertuliskan "Repeal" dan lencana "Yes", berkumpul di pusat penghitungan utama Dublin, banyak yang menangis dan saling berpelukan, demikian Reuters melaporkan.

(Uu.SYS/KR-DVI/G003)