Benahi sektor tunggal untuk juarai Piala Thomas/Uber
26 Mei 2018 11:56 WIB
Tim Thomas dan Uber Indonesia berpose usai pelepasan di Jakarta, Selasa (8/5/2018). Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) melepas 20 atlet yang terdiri dari Tim Thomas 10 atlet dan Tim Uber 10 atlet yang akan bertanding pada perhelatan Piala Thomas & Uber2018, tanggal 20-27 Mei mendatang di Bangkok, Thailand. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Bangkok (ANTARA News) - Target boleh setinggi langit, untuk memotivasi perjuangan para atlet, namun pencapaian hanya sampai semifinal Piala Thomas dan perempat final pada Piala Uber adalah hasil yang realistis bagi tim bulu tangkis Indonesia tahun ini.
Dalam kejuaraan beregu paling bergengsi di dunia yang berlangsung di Bangkok pada 20-27 Mei 2018 ini, tim putra Indonesia harus mengakui keunggulan China di semifinal Piala Thomas, sedangkan tim putrinya sudah tersisih terlebih dahulu di babak perempat final oleh tuan rumah Thailand.
Dengan demikian kerinduan masyarakat Indonesia untuk kembali melihat timnya meraih supremasi bulutangkis beregu tingkat dunia itu sementara belum bisa terwujud.
Pada Piala Thomas yang sudah berlangsung sejak tahunn 1949, Indonesia masih merupakan negara yang paling sering juara (13 kali). Namun setelah 2002, trofi tersebut belum pernah diraih kembali, menyusul persaingan bulu tangkis dunia yang makin ketat.
Pada Piala Uber pun sudah hampir 22 tahun Indonesia belum memliki tim putri yang kuat dan yang mampu menjuarai turnamen beregu putri tersebut.
"Pemain kita sudah berusaha maksimal, tim pelatih juga sudah mempersiapkan tim sebaik mungkin, tapi kita harus menerima bahwa memang lawan lebih bagus," kata Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Susy Susanti.
Susy juga sebagai manajer tim Indonesia pada Piala Thomas/Uber 2018 ini tetap memberi apresiasi terhadap para pemain atas penampilan mereka sejak babak penyisihan.
Pada Piala Thomas, tim putra Indonesia bisa menjadi juara grup di penyisihan, kemudian mengalahkan Malaysia pada babak perempat final, sebelum menyerah kepada China di semifinal.
"Kami sudah mencoba yang terbaik, mengeluarkan segala kemampuan yang kami punya, tapi ternyata kita tidak bisa mengalahkan China di semifinal. Kami mohon maaf kepada masyaraat Indonesia, Piala Thomas belum bisa diraih," kata kapten tim putra Indonesia Hendra Setiawan di Impact Arena Bangkok, tempat berlangsungnya turnamen tersebut.
Hendra Setiawan yang berpasangan dengan Mohammad Ahsan sebagai ganda putra kedua pada semifinal Jumat malam (2/5) harus mengakui keunggulan pasangan ganda putra nomor empat dunia Li Junhui/Liu Yuchen, sehingga tim Indonesia kalah 1-3, dan pupus harapan ke final.
Sedangkan tim putri yang memang beban targetnya tidak setinggi tim putra, tetap bisa lolos ke babak perempat final namun harus mengakui keunggulan tuan rumah Thailand yang tahun ini memang memiliki materi pemain yang cukup bagus, khususnya di tunggal putri.
Meskipun demikian, Indonesia tetap bisa memberi perlawanan yang ketat. Misalnya tunggal putri Gregoria Mariska yang sejak awal penampilannya di Piala Uber 2018 ini terus konsisten dan tak terkalahkan.
Pada babak perempat final ia bahkan mampu mengalahkan pemain peringkat 11 dunia dari Thailand Nitchaon Jindapol, sehingga publik tuan rumah Thailand sempat terhenyak.
"Gregoria kali ini memang lebih bagus. Gerakannya lebih cepat dari biasanya, dan cukup matang untuk mengatasi berbagai masalah di lapangan," kata pelatih tunggal putri Indonesia Minarti Timur.
Peringkat tunggal
Meskipun Piala Thomas dan Piala Uber adalah turnamen beregu di mana diperlukan strategi sebagai suatu tim, namun tetap saja kualitas individual masing maisng pemain ikut menentukan kesuksesan untuk meraih juara.
Terlebih lagi kekuatan pada sektor tunggal, karena formasi tim di Piala Thomas dan Uber ini adalah tiga tunggal dan dua ganda.
Tim finalis pada tahun 2018 ini, yakni Jepang dan China di Piala Thomas, serta Jepang dan Thailand di Piala Uber, juga memiliki materi pemain-pemain yang bagus, khususnya di sektor tunggal.
Tuan rumah Thailand yang membuat sejarah baru lolos ke final Piala Uber, saat ini punya Ratchanok Intanon (peringkat empat dunia) yang didukung oleh Nitchaon Jindapol dan Busanan Ongbamrungphan (peringkat 11 dan 22 dunia). Dengan trio tunggal itulah mereka dapat mengalahkan juara bertahan China di semifinal.
Di Piala Uber 2018 China memang tidak sekuat dua tahun lalu, tapi di Piala Thomas tim putra China bisa dibilang sebagai favorit juara. China punya tiga pemain tunggal putra yang masih bercokol di 10 besar dunia, yakni Shi Yuqi serta dua pemain senior dengan segudang pengalaman, Chen Long dan Lin Dan.
Ditambah dua ganda putranya yang saat ini masuk peringkat lima besar dunia, sudah merupakan modal yang cukup bagi tim China untuk merebut kembali Piala Thomas yang dua tahun lalu lepas ke tangan Denmark.
Bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya justru di Piala Thomas dan Uber ini sektor tunggal masih menjadi titik lemah.
Indonesia punya pasangan ganda putra Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon yang sudah menunjukkan konsistensi sebagai pasangan teratas dunia, termasuk di Piala Thomas 2018 di mana mereka menyumpang satu-satunya angka bagi Indonesia di semifinal. Tapi tidak cukup hanya dengan "the minions" bagi Indonesia untuk bisa menjuarai Piala Thomas.
Jonatan Christie dan Anthony Ginting sebenarnya cukup memberi harapan, mengingat peringkat mereka sudah mendekati ke 10 besar, namun di Piala Thomas ini pun mereka belum bisa mengatasi pemain-pemain top China.
Di kelompok putri Indonesia mengalami masalah serupa, bahkan lebih parah lagi dibanding tim putra. Indonesa masih belum memiliki pemain-pemain tunggal putri yang bisa konsisten di jajaran atas perbulutangkisan dunia.
"Sektor tunggal putri memang perlu mendapat perhatian ke depan, agar kita bisa bisa melangkah lebih jauh lagi di Piala Uber," kata Susy Susanti.
Sejarah membuktikan, Indonesia bisa menjadi juara Piala Thomas dan Piala Uber ketika memiliki pemain-pemain tunggal yang kuat dan mapan di peringkat atas dunia, selain juga didukung sektor ganda.
Terakhir Indonesia menjuarai Piala Thomas tahun 2002 ketika diperkuat pemain tunggal putra terbaik dunia saat itu Taufik Hidayat dan juga Hendrawan, juara dunia tahun 2001.
Sedangkan di Piala Uber, Indonesia berjaya pada tahun 1994 dan 1996 ketika Susy Susanti masih menjadi "ratu" bulu tangkis dunia, serta didukung oleh tunggal putri lainnya yang juga tanggguh seperti Mia Audina dan Yuni Kartika.
Indonesia perlu membenahi sektor tunggal, disamping menjaga prestasi di sektor ganda agar ke depannya bisa kembali menjadi juara Piala Thomas dan Uber.
Dalam kejuaraan beregu paling bergengsi di dunia yang berlangsung di Bangkok pada 20-27 Mei 2018 ini, tim putra Indonesia harus mengakui keunggulan China di semifinal Piala Thomas, sedangkan tim putrinya sudah tersisih terlebih dahulu di babak perempat final oleh tuan rumah Thailand.
Dengan demikian kerinduan masyarakat Indonesia untuk kembali melihat timnya meraih supremasi bulutangkis beregu tingkat dunia itu sementara belum bisa terwujud.
Pada Piala Thomas yang sudah berlangsung sejak tahunn 1949, Indonesia masih merupakan negara yang paling sering juara (13 kali). Namun setelah 2002, trofi tersebut belum pernah diraih kembali, menyusul persaingan bulu tangkis dunia yang makin ketat.
Pada Piala Uber pun sudah hampir 22 tahun Indonesia belum memliki tim putri yang kuat dan yang mampu menjuarai turnamen beregu putri tersebut.
"Pemain kita sudah berusaha maksimal, tim pelatih juga sudah mempersiapkan tim sebaik mungkin, tapi kita harus menerima bahwa memang lawan lebih bagus," kata Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Susy Susanti.
Susy juga sebagai manajer tim Indonesia pada Piala Thomas/Uber 2018 ini tetap memberi apresiasi terhadap para pemain atas penampilan mereka sejak babak penyisihan.
Pada Piala Thomas, tim putra Indonesia bisa menjadi juara grup di penyisihan, kemudian mengalahkan Malaysia pada babak perempat final, sebelum menyerah kepada China di semifinal.
"Kami sudah mencoba yang terbaik, mengeluarkan segala kemampuan yang kami punya, tapi ternyata kita tidak bisa mengalahkan China di semifinal. Kami mohon maaf kepada masyaraat Indonesia, Piala Thomas belum bisa diraih," kata kapten tim putra Indonesia Hendra Setiawan di Impact Arena Bangkok, tempat berlangsungnya turnamen tersebut.
Hendra Setiawan yang berpasangan dengan Mohammad Ahsan sebagai ganda putra kedua pada semifinal Jumat malam (2/5) harus mengakui keunggulan pasangan ganda putra nomor empat dunia Li Junhui/Liu Yuchen, sehingga tim Indonesia kalah 1-3, dan pupus harapan ke final.
Sedangkan tim putri yang memang beban targetnya tidak setinggi tim putra, tetap bisa lolos ke babak perempat final namun harus mengakui keunggulan tuan rumah Thailand yang tahun ini memang memiliki materi pemain yang cukup bagus, khususnya di tunggal putri.
Meskipun demikian, Indonesia tetap bisa memberi perlawanan yang ketat. Misalnya tunggal putri Gregoria Mariska yang sejak awal penampilannya di Piala Uber 2018 ini terus konsisten dan tak terkalahkan.
Pada babak perempat final ia bahkan mampu mengalahkan pemain peringkat 11 dunia dari Thailand Nitchaon Jindapol, sehingga publik tuan rumah Thailand sempat terhenyak.
"Gregoria kali ini memang lebih bagus. Gerakannya lebih cepat dari biasanya, dan cukup matang untuk mengatasi berbagai masalah di lapangan," kata pelatih tunggal putri Indonesia Minarti Timur.
Peringkat tunggal
Meskipun Piala Thomas dan Piala Uber adalah turnamen beregu di mana diperlukan strategi sebagai suatu tim, namun tetap saja kualitas individual masing maisng pemain ikut menentukan kesuksesan untuk meraih juara.
Terlebih lagi kekuatan pada sektor tunggal, karena formasi tim di Piala Thomas dan Uber ini adalah tiga tunggal dan dua ganda.
Tim finalis pada tahun 2018 ini, yakni Jepang dan China di Piala Thomas, serta Jepang dan Thailand di Piala Uber, juga memiliki materi pemain-pemain yang bagus, khususnya di sektor tunggal.
Tuan rumah Thailand yang membuat sejarah baru lolos ke final Piala Uber, saat ini punya Ratchanok Intanon (peringkat empat dunia) yang didukung oleh Nitchaon Jindapol dan Busanan Ongbamrungphan (peringkat 11 dan 22 dunia). Dengan trio tunggal itulah mereka dapat mengalahkan juara bertahan China di semifinal.
Di Piala Uber 2018 China memang tidak sekuat dua tahun lalu, tapi di Piala Thomas tim putra China bisa dibilang sebagai favorit juara. China punya tiga pemain tunggal putra yang masih bercokol di 10 besar dunia, yakni Shi Yuqi serta dua pemain senior dengan segudang pengalaman, Chen Long dan Lin Dan.
Ditambah dua ganda putranya yang saat ini masuk peringkat lima besar dunia, sudah merupakan modal yang cukup bagi tim China untuk merebut kembali Piala Thomas yang dua tahun lalu lepas ke tangan Denmark.
Bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya justru di Piala Thomas dan Uber ini sektor tunggal masih menjadi titik lemah.
Indonesia punya pasangan ganda putra Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon yang sudah menunjukkan konsistensi sebagai pasangan teratas dunia, termasuk di Piala Thomas 2018 di mana mereka menyumpang satu-satunya angka bagi Indonesia di semifinal. Tapi tidak cukup hanya dengan "the minions" bagi Indonesia untuk bisa menjuarai Piala Thomas.
Jonatan Christie dan Anthony Ginting sebenarnya cukup memberi harapan, mengingat peringkat mereka sudah mendekati ke 10 besar, namun di Piala Thomas ini pun mereka belum bisa mengatasi pemain-pemain top China.
Di kelompok putri Indonesia mengalami masalah serupa, bahkan lebih parah lagi dibanding tim putra. Indonesa masih belum memiliki pemain-pemain tunggal putri yang bisa konsisten di jajaran atas perbulutangkisan dunia.
"Sektor tunggal putri memang perlu mendapat perhatian ke depan, agar kita bisa bisa melangkah lebih jauh lagi di Piala Uber," kata Susy Susanti.
Sejarah membuktikan, Indonesia bisa menjadi juara Piala Thomas dan Piala Uber ketika memiliki pemain-pemain tunggal yang kuat dan mapan di peringkat atas dunia, selain juga didukung sektor ganda.
Terakhir Indonesia menjuarai Piala Thomas tahun 2002 ketika diperkuat pemain tunggal putra terbaik dunia saat itu Taufik Hidayat dan juga Hendrawan, juara dunia tahun 2001.
Sedangkan di Piala Uber, Indonesia berjaya pada tahun 1994 dan 1996 ketika Susy Susanti masih menjadi "ratu" bulu tangkis dunia, serta didukung oleh tunggal putri lainnya yang juga tanggguh seperti Mia Audina dan Yuni Kartika.
Indonesia perlu membenahi sektor tunggal, disamping menjaga prestasi di sektor ganda agar ke depannya bisa kembali menjadi juara Piala Thomas dan Uber.
Pewarta: Teguh Handoko
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018
Tags: