Shinta Nuriyah gelar sahur lintas agama di Yogyakarta
26 Mei 2018 08:04 WIB
Buka Bersama Kampung Pecinan Istri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah (tengah), tiba di kampung pecinan Tambak Bayan, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/6/2017). Kedatangannya untuk menghadiri acara berbuka puasa bersama bertema Dengan Berpuasa Kita Genggam Erat Nilai Demokrasi dan Kebinekaan. (ANTARA /Didik Suhartono)
Yogyakarta (ANTARA News) - Istri mendiang mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah menggelar makan sahur bersama lintas agama di Halaman Gereja Santa Maria Assumpta, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu.
"(Kegiatan) Ini sudah saya lakukan sejak mendampingi Gus Dur di Istana Negara dulu. Jadi ini sudah saya lakukan sejak 19 tahun yang lalu," kata Shinta Nuriyah di hadapan ratusan peserta sahur bersama yang terdiri atas berbagai elemen lintas agama.
Menurut Shinta, sahur bersama di Gereja St. Maria Assumpta, bertujuan membangkitkan rasa persaudaraan, rasa menghormati, menghargai serta rasa tolong-menolong antarasesama anak bangsa.
"Apakah dia (beragama) Islam, Kristen, Hindu, Budha, (suku) Jawa, Madura, Batak, China saya ajak bersama-sama menyelenggarakan sahur bersama," kata dia.
Baca juga: Shinta Nuriyah merawat kemajemukan melalui sahur bersama
Shinta menyayangkan beragam peristiwa kerusuhan, rasa saling curiga, hujatan dan fitnah hingga teror bom masih muncul di Indonesia.
"Bangsa Indonesia telah kehilangan hati nuraninya, banyak nilai-nilai kemanusiaan tercabik-cabik karena keangkaramurkaan," kata dia.
Menurut Shinta, itu terjadi karena ikatan tali persaudaraan dan kerukunan yang telah dibangun para leluhur bangsa termasuk mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah longgar dan diputus oleh bangsa Indonesia sendiri.
"Benang-benag penyulam tali persaudaraan telah tercerabut dan putus-putus karena diputus oleh bangsanya sendiri," kata Shinta.
Dalam acara yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan puluhan banser tersebut, Shinta mengajak para peserta membedah bersama-sama arti dari kemajemukan dan persatuan dengan melontarkan beberapa pertanyaan singkat kepada peserta.
"Meskipun kita berbeda agama, tapi saya yakin bahwa semua agama mengajak untuk bersatu, hidup rukun, dan damai, saling menghormati dan menghargai," kata dia.
Baca juga: Shinta Nuriyah: toleransi harus diajarkan sejak dini
Shinta menutup acara itu dengan membaca Syi`ir Abu Nawas, meniru kebiasaan Gus Dur diiringi dengan rebana serta do`a bersama lintas agama.
Pastor Paroki Gereja St. Maria Assumpta Gamping, Romo Martinus Joko Lelono mengaku senang dengan acara yang digelar mantan ibu negara tersebut.
Acara itu, menurut dia, menjadi ruang perjumpaan bagi masyarakat yang berbeda agama untuk saling mengenal dan menepis kecurigaan.
"Hari ini kita menyaksikan seorang (mantan) ibu negara hadir untuk menawarkan bahwa sahur pun bisa dilakukan di gereja. Bukan untuk mencampuradukkan masalah agama tetapi ingin menunjukkan bahwa perbedaan agama bukan menjadi sekat melainkan justru menjadi pemersatu," kata Romo Martinus.
Baca juga: Shinta Nuriyah sahur bersama penyandang disabilitas
"(Kegiatan) Ini sudah saya lakukan sejak mendampingi Gus Dur di Istana Negara dulu. Jadi ini sudah saya lakukan sejak 19 tahun yang lalu," kata Shinta Nuriyah di hadapan ratusan peserta sahur bersama yang terdiri atas berbagai elemen lintas agama.
Menurut Shinta, sahur bersama di Gereja St. Maria Assumpta, bertujuan membangkitkan rasa persaudaraan, rasa menghormati, menghargai serta rasa tolong-menolong antarasesama anak bangsa.
"Apakah dia (beragama) Islam, Kristen, Hindu, Budha, (suku) Jawa, Madura, Batak, China saya ajak bersama-sama menyelenggarakan sahur bersama," kata dia.
Baca juga: Shinta Nuriyah merawat kemajemukan melalui sahur bersama
Shinta menyayangkan beragam peristiwa kerusuhan, rasa saling curiga, hujatan dan fitnah hingga teror bom masih muncul di Indonesia.
"Bangsa Indonesia telah kehilangan hati nuraninya, banyak nilai-nilai kemanusiaan tercabik-cabik karena keangkaramurkaan," kata dia.
Menurut Shinta, itu terjadi karena ikatan tali persaudaraan dan kerukunan yang telah dibangun para leluhur bangsa termasuk mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah longgar dan diputus oleh bangsa Indonesia sendiri.
"Benang-benag penyulam tali persaudaraan telah tercerabut dan putus-putus karena diputus oleh bangsanya sendiri," kata Shinta.
Dalam acara yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian dan puluhan banser tersebut, Shinta mengajak para peserta membedah bersama-sama arti dari kemajemukan dan persatuan dengan melontarkan beberapa pertanyaan singkat kepada peserta.
"Meskipun kita berbeda agama, tapi saya yakin bahwa semua agama mengajak untuk bersatu, hidup rukun, dan damai, saling menghormati dan menghargai," kata dia.
Baca juga: Shinta Nuriyah: toleransi harus diajarkan sejak dini
Shinta menutup acara itu dengan membaca Syi`ir Abu Nawas, meniru kebiasaan Gus Dur diiringi dengan rebana serta do`a bersama lintas agama.
Pastor Paroki Gereja St. Maria Assumpta Gamping, Romo Martinus Joko Lelono mengaku senang dengan acara yang digelar mantan ibu negara tersebut.
Acara itu, menurut dia, menjadi ruang perjumpaan bagi masyarakat yang berbeda agama untuk saling mengenal dan menepis kecurigaan.
"Hari ini kita menyaksikan seorang (mantan) ibu negara hadir untuk menawarkan bahwa sahur pun bisa dilakukan di gereja. Bukan untuk mencampuradukkan masalah agama tetapi ingin menunjukkan bahwa perbedaan agama bukan menjadi sekat melainkan justru menjadi pemersatu," kata Romo Martinus.
Baca juga: Shinta Nuriyah sahur bersama penyandang disabilitas
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: