AMAN luncurkan kajian ekonomi enam wilayah adat
25 Mei 2018 01:54 WIB
Presiden Bertemu Masyarakat Adat Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi (kiri) dan Dewan AMAN Nasional Hein Namotemo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/3/2017). Perwakilan AMAN menyampaikan hasil kongres Masyarakat Adat Nusantara ke-V serta berharap pemerintah mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum terkait sejumlah konflik lahan adat dengan perusahaan. (ANTARA/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengeluarkan kajian ekonomi bagi enam wilayah masyarakat adat yang mampu menghasilkan total Rp329,98 miliar per tahun yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam serta nilai jasa lingkungan.
Direktur Perluasan Partisipasi Politik Kedeputian II PB AMAN, Abdi Akbar dalam peluncuran kajian tersebut di Jakarta, Kamis, mengatakan selama ini wilayah masyarakat adat selalu disebut tidak produktif dan bernilai rendah.
Dengan kajian ini justru terbukti bahwa pengelolaan lahan oleh pemilik sahnya, yakini masyarakat adat merupakan solusi yang bisa memberi nilai tambah ekonomi yang besar sekali baik bagi masyarakat maupun negara, lanjutnya.
Tim ahli ekonomi AMAN, Mubaliq Ahmad mengatakan hasil kajian secara mendalam dilakukan di enam wilayah Komunitas Masyarakat Adat (KMA) yakni KMA Karang di Lebak, Banten, lalu KMA Kajang di Bulu Kumba, Sulawesi Selatan, KMA Kaluppi di Enrekang, Sulawesi Selatan.
Selain itu ada KMA Seberuang di Sintang, Kalimantan Barat, KMA Saureinu di Mentawai, Padang, dan KMA Moi Kelim di Sorong, Papua Barat.
Hasil kajian menunjukkan nilai ekonomi pengelolaan SDA oleh masyarakat adat rentang dari Rp28,92 miliar per tahun (Kajang) sampai Rp41,23 miliar per tahun (MOI Kelim). Secara total enam wilayah adat menghasilkan Rp159.21 miliar per tahun.
Menurut dia, kajian ini menunjukkan di wilayah Masyarakat Adat yang hak-haknya diakui, masyarakat dapat mensejahterakan dirinya sendiri sehingga tugas pemerintah bisa lebih ringan. Tinggal fokus pada penyediaan prasarana dan sarana saja.
AMAN melakukan kajian ini bersama peneliti Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Padjajaran (UNPAD) pada periode Januari-Juni 2018. Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran keberadaan dan menghitung kontribusi ekonomi masyarakat adat.
Baca juga: AMAN: RUU masyarakat adat sinkronkan regulasi lain
Direktur Perluasan Partisipasi Politik Kedeputian II PB AMAN, Abdi Akbar dalam peluncuran kajian tersebut di Jakarta, Kamis, mengatakan selama ini wilayah masyarakat adat selalu disebut tidak produktif dan bernilai rendah.
Dengan kajian ini justru terbukti bahwa pengelolaan lahan oleh pemilik sahnya, yakini masyarakat adat merupakan solusi yang bisa memberi nilai tambah ekonomi yang besar sekali baik bagi masyarakat maupun negara, lanjutnya.
Tim ahli ekonomi AMAN, Mubaliq Ahmad mengatakan hasil kajian secara mendalam dilakukan di enam wilayah Komunitas Masyarakat Adat (KMA) yakni KMA Karang di Lebak, Banten, lalu KMA Kajang di Bulu Kumba, Sulawesi Selatan, KMA Kaluppi di Enrekang, Sulawesi Selatan.
Selain itu ada KMA Seberuang di Sintang, Kalimantan Barat, KMA Saureinu di Mentawai, Padang, dan KMA Moi Kelim di Sorong, Papua Barat.
Hasil kajian menunjukkan nilai ekonomi pengelolaan SDA oleh masyarakat adat rentang dari Rp28,92 miliar per tahun (Kajang) sampai Rp41,23 miliar per tahun (MOI Kelim). Secara total enam wilayah adat menghasilkan Rp159.21 miliar per tahun.
Menurut dia, kajian ini menunjukkan di wilayah Masyarakat Adat yang hak-haknya diakui, masyarakat dapat mensejahterakan dirinya sendiri sehingga tugas pemerintah bisa lebih ringan. Tinggal fokus pada penyediaan prasarana dan sarana saja.
AMAN melakukan kajian ini bersama peneliti Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Padjajaran (UNPAD) pada periode Januari-Juni 2018. Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran keberadaan dan menghitung kontribusi ekonomi masyarakat adat.
Baca juga: AMAN: RUU masyarakat adat sinkronkan regulasi lain
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: