Produksi gas PHE naik dua persen
24 Mei 2018 16:38 WIB
Dirut PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Gunung Sardjono Hadi memberikan paparan kinerja PHE Semester I Tahun 2016 di Jakarta, Rabu (7/9/2016). (ANTARA /Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu, mencatat produksi gas 777 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) sepanjang Januari-Maret 2018, atau naik 2 persen dibanding periode yang sama 2017 sebesar 765 MMSCFD.
"Pada 2018, PHE mematok target produksi bulan Maret sebesar 767,8 MMSCFD, realisasinya 1,2 persen lebih tinggi," ujar Direktur Utama PHE, R. Gunung Sardjono Hadi melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Untuk produksi minyak PHE pada tiga bulan pertama 2018 tercatat 63,037 barrel oil per day (BOPD), tidak jauh berbeda dibanding periode yang sama 2017 sebesar 62,623 BOPD. "PHE pada 2018 menargetkan produksi minyak bulan Maret sebesar 65,243 BOPD, sehingga produksi Maret 2018 tercatat 96,6 persen dari target," kata Gunung.
Menurut Gunung, PHE akan mempercepat monetisasi cadangan PHE dengan menerapkan strategi klasterisasi sumber cadangan. Strategi ini bisa digunakan di wilayah kerja yang memiliki cadangan gas tidak terlalu besar, namun bisa segera dimonetisasi.
Dengan klasterisasi PHE tidak lagi berpikir hanya menunggu pembeli gas, namun berinovasi bagaimana menciptakan pasar. Pasalnya, meski memiliki cadangan besar, menjadi percuma jika tidak ada penyerap gas.
"Jadi tidak tergantung pasar, tapi menciptakan pasar. Itu yang sekarang kami kejar. Konsep monetisasi gas dibikin klaster. Jadi kami juga harus berpikir bagaimana bisa masuk ke midstream," kata Gunung.
Dia mencontohkan pengembangan gas di Senoro. Gas Senoro tidak akan pernah dimonetisasi jika tidak terbangun fasilitas kilang serta regasifikasi DSLNG yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan. Untuk itu PHE juga akan lebih membuka diri dalam menjalin kerja sama dengan perusahaan lain.
"Seperti Senoro kalau tidak ada DSLNG itu kan tidak akan dikembangkan. Itu salah satu contoh untuk pengembangan lain. Kami mencoba mencari, menciptakan pasar baru. Jadi kami tidak duduk manis menunggu datangnya pembeli," kata Gunung.
Sementara itu, Ekariza selaku Direktur Operasi dan Produksi PHE, mengatakan realisasi produksi gas PHE sangat tergantung pada penyerapan di pasar. Jika penyerapan pasar besar, maka PHE bisa meningkatkan produksi gasnya.
"Produksi gas kuartal I lebih tinggi karena ada peningkatan penyerapan. Kontribusi produksi terbesar berasal dari Tomori," kata Ekariza.
Selain Tomori, kontribusi produksi gas PHE berasal dari blok Offshore North West Java (ONWJ), Jambi Merang dan West Madura Offshore (WMO).
Baca juga: Rini: Dalam waktu dekat Pertamina dapat dirut
Baca juga: Dua pejabat Pertamina diperiksa soal investasi di Australia
"Pada 2018, PHE mematok target produksi bulan Maret sebesar 767,8 MMSCFD, realisasinya 1,2 persen lebih tinggi," ujar Direktur Utama PHE, R. Gunung Sardjono Hadi melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Untuk produksi minyak PHE pada tiga bulan pertama 2018 tercatat 63,037 barrel oil per day (BOPD), tidak jauh berbeda dibanding periode yang sama 2017 sebesar 62,623 BOPD. "PHE pada 2018 menargetkan produksi minyak bulan Maret sebesar 65,243 BOPD, sehingga produksi Maret 2018 tercatat 96,6 persen dari target," kata Gunung.
Menurut Gunung, PHE akan mempercepat monetisasi cadangan PHE dengan menerapkan strategi klasterisasi sumber cadangan. Strategi ini bisa digunakan di wilayah kerja yang memiliki cadangan gas tidak terlalu besar, namun bisa segera dimonetisasi.
Dengan klasterisasi PHE tidak lagi berpikir hanya menunggu pembeli gas, namun berinovasi bagaimana menciptakan pasar. Pasalnya, meski memiliki cadangan besar, menjadi percuma jika tidak ada penyerap gas.
"Jadi tidak tergantung pasar, tapi menciptakan pasar. Itu yang sekarang kami kejar. Konsep monetisasi gas dibikin klaster. Jadi kami juga harus berpikir bagaimana bisa masuk ke midstream," kata Gunung.
Dia mencontohkan pengembangan gas di Senoro. Gas Senoro tidak akan pernah dimonetisasi jika tidak terbangun fasilitas kilang serta regasifikasi DSLNG yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan. Untuk itu PHE juga akan lebih membuka diri dalam menjalin kerja sama dengan perusahaan lain.
"Seperti Senoro kalau tidak ada DSLNG itu kan tidak akan dikembangkan. Itu salah satu contoh untuk pengembangan lain. Kami mencoba mencari, menciptakan pasar baru. Jadi kami tidak duduk manis menunggu datangnya pembeli," kata Gunung.
Sementara itu, Ekariza selaku Direktur Operasi dan Produksi PHE, mengatakan realisasi produksi gas PHE sangat tergantung pada penyerapan di pasar. Jika penyerapan pasar besar, maka PHE bisa meningkatkan produksi gasnya.
"Produksi gas kuartal I lebih tinggi karena ada peningkatan penyerapan. Kontribusi produksi terbesar berasal dari Tomori," kata Ekariza.
Selain Tomori, kontribusi produksi gas PHE berasal dari blok Offshore North West Java (ONWJ), Jambi Merang dan West Madura Offshore (WMO).
Baca juga: Rini: Dalam waktu dekat Pertamina dapat dirut
Baca juga: Dua pejabat Pertamina diperiksa soal investasi di Australia
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018
Tags: