Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) sekaligus Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Noor Rachmad mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan uji materi Pasal 99 Undang-Undang 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Putusan MK tersebut membuat ketentuan Pasal 99 UU SPPA tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Putusan MK membuat jaksa dapat melaksanakan tugas yudisialnya tanpa merasa tertekan atau khawatir dikriminalisasi terkait pelaksanaan UU SPPA," kata JAM Pidum di Jakarta, Rabu.

Pasal 99 UU SPPA memuat ancaman pidana dua tahun penjara bagi jaksa yang tidak melepaskan anak lebih dari lima hari penahanan dalam periode penuntutan. Pasal tersebut dianggap berpotensi mengkriminalisasi dan mengganggu independensi jaksa dalam menjalankan tugasnya. Maka dari itu pada September 2017, sejumlah jaksa yang bernaung dibawah PJI mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Kendati MK telah membatalkan ketentuan Pasal 99 UU SPPA, jaksa penuntut umum tak lantas bebas melanggar batas waktu penahanan seorang anak yang terjerat pidana.

Noor Rachmad menegaskan bahwa jaksa tetap berkewajiban menjalankan tugas yudisialnya sesuai koridor hukum dan tidak boleh melanggar Hak Asasi Manusia.

Putusan uji materi Pasal 99 UU SPPA diambil dalam rapat permusyawaratan sembilan hakim MK yang dipimpin oleh Anwar Usman, pada Senin (7/5).

Dalam pertimbangannya, Majelis menilai ancaman pidana pada pasal tersebut merupakan kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak.

"Ancaman ini juga berdampak negatif pada psikologis yakni ketakutan dalam mengadili suatu perkara sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Anwar Usman.

Baca juga: Depkumham dan DPR Didesak Revisi UU Peradilan Anak