Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menyindir marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) industri perbankan domestik yang terlalu tinggi --kisaran lima persen-- karena menyebabkan kegiatan ekonomi yang kurang efisien.

Di depan Komisi XI DPR, Selasa, Jakarta,dia menyebutkan, NIM yang terlalu tinggi itu pula yang membuat perbankan domestik "malas-malasan" untuk ekspansi ke luar negeri karena keuntungan bunga yang diraih di dalam negeri jauh lebih besar.

"NIM perbankan itu yang saat ini di lima persen, seharusnya di 2,5 persen," kata dia, yang akan purna-tugas pada 23 Mei 2018, Rabu esok.

"NIM di Indonesia terlalu tinggi di dunia. NIM yang tinggi itu pula yang membuat bank kita tidak tertarik ke luar negeri, karena bisnis di Indonesia terlalu indah," kata dia.

Ia mengatakan, karena wewenang pengawasan dan pengaturan perbankan di tubuh Bank Indonesia sudah disapih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini, Bank Sentral mengatur atau mengakomodir fungsi perbankan melalui kebijakan makroprudensial.

"BI bisa melalui ranah makroprudensial," ujar dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, Jumat (18/5), memproyeksikan hingga akhir tahun, NIM industri perbankan Indonesia masih di kisaran lima persen.

NIM merupakan selisih antara bunga pendapatan yang dihasilkan bank atau lembaga keuangan dengan nilai bunga yang dibayarkan bank kepada pemberi simpanan, seperti deposito dan instrumen pendanaan lain. NIM juga menjadi cerminan tingkat profitabilitas bank.