Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan upaya pengembangan industri asuransi di Indonesia agar sehat dan kompetitif membutuhkan permodalan yang kuat serta transfer keterampilan dari sumber daya manusianya.

"Transfer dari keterampilan dan kemampuan untuk menarik modal dari luar Indonesia menjadi penting. Pelaku industri dalam negeri masih butuh hal tersebut," kata Sri Mulyani dalam acara "Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan Perasuransian" di Jakarta, Selasa.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan keberadaan mitra asing dalam pengembangan industri perasuransian di Indonesia memang diperlukan, namun tidak berarti mereka bebas.

Pengaturan mengenai batasan kepemilkian asing pada perusahaan perasuransian tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan Perasuransian.

Kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian maksimum 80 persen dari modal disetor perusahaan perasuransian. Batasan ini tidak berlaku bagi perusahaan perasuransian yang merupakan perseroan terbuka.

Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya mengombinasikan antara kebutuhan perkembangan industri asuransi dan peningkatan kapasitas pelaku domestik.

"Industri asuransi itu main panjang, butuh komitmen modal besar dan harus ditanamkan dalam jangka panjang. Industri asuransi juga butuh keterampilan dari pengelolanya untuk menentukan tingkat risiko dan harga dari risiko tersebut agar nasabah dapat terproteksi dan perusahaan asuransi tetap bertahan," ucap dia.

Selain itu, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa upaya membangun industri asuransi tidak hanya untuk sekadar diversifikasi instrumen. Industri asuransi yang dalam dan stabil dibutuhkan untuk ikut memecahkan masalah struktural menyangkut neraca pembayaran dari sektor jasa.

"Dengan perkembangan industri asuransi ikut memecahkan neraca pembayaran dari sektor jasa sehingga bisa kontribusi positif dan membuat pondasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan semakin kuat," kata dia.

Oleh karena itu, Menkeu meminta seluruh pemangku kepentingan memberikan edukasi kepada masyarakat dalam memahami produk asuransi dan menjadi investor dari produk asuransi sesuai kebutuhan masing-masing.

Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat 50 perusahaan perasuransian "joint venture" dengan kepemilikan asing di bawah atau sama dengan 80 persen.

Sementara, perusahaan perasuransian "joint venture" dengan kepemilikan asing lebih dari 80 persen tercatat sebanyak 18 perusahaan.

PP 14/2018 mengatur bahwa dalam hal kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian yang bukan merupakan perseroan terbuka telah melampaui 80 persen, perusahaan perasuransian tersebut dikecualikan dari batasan kepemilikan asing dan dilarang menambah persentasenya.

Baca juga: Indonesia Rendezvous ke-23: Upaya industri asuransi cegah praktik penipuan