Gelombang panas Pakistan tewaskan 65 orang di Karachi
22 Mei 2018 15:54 WIB
Citra suhu permukaan daratan saat gelombang panas mematikan melanda Pakistan yang ditangkap Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 18 Mei 2007. (NASA/Jesse Allen )
Islamabad (ANTARA News) - Gelombang panas menewaskan 65 orang di Kota Karachi, Pakistan selatan, selama tiga hari belakangan, kata badan kesejahteraan sosial pada Selasa, di tengah kekhawatiran akan jumlah korban tewas meningkat akibat suhu tinggi terus berlangsung.
Gelombang panas itu bertepatan dengan pemadaman listrik dan bulan suci Ramadhan, ketika sebagian besar Muslim tidak makan atau minum selama siang hari. Suhu mencapai 44 derajat Celcius pada Senin, kata media setempat.
Faisal Edhi, pengelola Yayasan Edhi, yang mengelola kamar mayat dan layanan ambulans di kota terbesar Pakistan itu, mengatakan, kematian terjadi sebagian besar di daerah miskin Karachi.
"Enam puluh lima orang tewas selama tiga hari belakangan," kata Edhi, "Kami memiliki mayat di penyimpanan dingin kami dan dokter mengatakan mereka meninggal karena pitam panas."
Juru bicara pemerintah tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Namun, Menteri Kesehatan Provinsi Sindh, Fazlullah Pechuho mengatakan kepada surat kabar "Dawn" berbahasa Inggris bahwa tidak ada yang meninggal akibat pitam panas.
"Hanya dokter dan rumah sakit yang dapat memutuskan apakah penyebab kematian adalah pitam panas atau tidak. Saya dengan tegas menolak bahwa orang-orang telah mati karena pitam panas di Karachi," kata Pechuho sebagaimana dikutip.
Meskipun demikian, laporan kematian akibat pitam panas di Karachi akan menimbulkan kegelisahan di tengah kekhawatiran pengulangan gelombang panas pada peristiwa 2015, ketika kamar mayat dan rumah sakit kewalahan dan setidaknya 1.300 orang yang kebanyakan orang tua dan sakit meninggal karena panas yang membakar.
Pada 2015, kamar mayat Edhi kehabisan ruangan pendingin setelah sekitar 650 mayat dibawa dalam ruang tersebut beberapa hari. Ambulans meninggalkan mayat yang membusuk di luar dalam panas terik.
Pemerintah provinsi telah meyakinkan penduduk bahwa tidak akan ada pengulangan peristiwa 2015 dan sedang bekerja untuk memastikan mereka yang membutuhkan perawatan menerima perawatan cepat.
Edhi mengatakan sebagian besar yang tewas dan dibawa ke kamar mayat adalah pekerja pabrik kelas pekerja yang berasal dari daerah Landhi dan Korangi yang berpenghasilan rendah di Karachi.
Baca juga: Gelombang panas mendera Karachi, Pakistan
"Mereka bekerja di sekitar pemanas dan ketel di pabrik-pabrik tekstil dan berada selama delapan hingga sembilan jam (pemadaman listrik terjadwal) di daerah-daerah ini," katanya.
Suhu diperkirakan tetap di atas 40 derajat Celsius hingga Kamis, demikian laporan media setempat, demikian Reuters melaporkan.
(Uu.KR-DVI/B002)
Gelombang panas itu bertepatan dengan pemadaman listrik dan bulan suci Ramadhan, ketika sebagian besar Muslim tidak makan atau minum selama siang hari. Suhu mencapai 44 derajat Celcius pada Senin, kata media setempat.
Faisal Edhi, pengelola Yayasan Edhi, yang mengelola kamar mayat dan layanan ambulans di kota terbesar Pakistan itu, mengatakan, kematian terjadi sebagian besar di daerah miskin Karachi.
"Enam puluh lima orang tewas selama tiga hari belakangan," kata Edhi, "Kami memiliki mayat di penyimpanan dingin kami dan dokter mengatakan mereka meninggal karena pitam panas."
Juru bicara pemerintah tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Namun, Menteri Kesehatan Provinsi Sindh, Fazlullah Pechuho mengatakan kepada surat kabar "Dawn" berbahasa Inggris bahwa tidak ada yang meninggal akibat pitam panas.
"Hanya dokter dan rumah sakit yang dapat memutuskan apakah penyebab kematian adalah pitam panas atau tidak. Saya dengan tegas menolak bahwa orang-orang telah mati karena pitam panas di Karachi," kata Pechuho sebagaimana dikutip.
Meskipun demikian, laporan kematian akibat pitam panas di Karachi akan menimbulkan kegelisahan di tengah kekhawatiran pengulangan gelombang panas pada peristiwa 2015, ketika kamar mayat dan rumah sakit kewalahan dan setidaknya 1.300 orang yang kebanyakan orang tua dan sakit meninggal karena panas yang membakar.
Pada 2015, kamar mayat Edhi kehabisan ruangan pendingin setelah sekitar 650 mayat dibawa dalam ruang tersebut beberapa hari. Ambulans meninggalkan mayat yang membusuk di luar dalam panas terik.
Pemerintah provinsi telah meyakinkan penduduk bahwa tidak akan ada pengulangan peristiwa 2015 dan sedang bekerja untuk memastikan mereka yang membutuhkan perawatan menerima perawatan cepat.
Edhi mengatakan sebagian besar yang tewas dan dibawa ke kamar mayat adalah pekerja pabrik kelas pekerja yang berasal dari daerah Landhi dan Korangi yang berpenghasilan rendah di Karachi.
Baca juga: Gelombang panas mendera Karachi, Pakistan
"Mereka bekerja di sekitar pemanas dan ketel di pabrik-pabrik tekstil dan berada selama delapan hingga sembilan jam (pemadaman listrik terjadwal) di daerah-daerah ini," katanya.
Suhu diperkirakan tetap di atas 40 derajat Celsius hingga Kamis, demikian laporan media setempat, demikian Reuters melaporkan.
(Uu.KR-DVI/B002)
Pewarta: antara
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018
Tags: