Jakarta (ANTARA News) - PT Garam (Persero), sebuah BUMN (badan usaha milik negara) masih menunggu rekomendasi dari pemerintah propinsi untuk bisa segera menggarap lahan garam di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Operasi PT Garam (Persero) Hartono di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin, mengatakan setelah mendapat 225 hektare lahan yang diambilalih pemerintah karena statusnya dianggap terlantar, pihaknya telah mulai melakukan pengerjaan lahan sejak November 2017.

"Mulai November 2017 kami sudah bergerak. Surat-surat kami urus, pembayaran untuk izin sebagai HGU (Hak Guna Usaha) oleh PT Garam sudah kita lakukan. Surat-surat peruntukkan bagi kepala dinas sudah kami berikan, tinggal tunggu izin rekomendasi dari bupati. Itu yang terkendala," katanya.

Hartono menjelaskan rekomendasi dari bupati sulit didapat lantaran pemerintah daerah setempat menilai lahan tersebut adalah tanah ulayat.

Padahal, berdasarkan pandangan pemerintah, tanah terlantar akan diakui sebagai milik negara yang peruntukkannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah.

"Tapi sampai sekarang belum ada titik temu," katanya.

PT Garam mendapat lahan seluas 225 hektare lahan di NTT yang terdiri atas 75 hektare lahan di Desa Bipolo dan 150 hektare di Desa Nunkurus.

Lahan di Nunkurus masih belum dimanfaatkan sementara lahan di Bipolo sebagian telah digunakan masyarakat untuk perikanan.

"Kami sudah punya solusi, rencana bisnis kita juga ada di situ. Integrasi hulu sampai hilir, hulunya itu ladang garam, hilirnya industri pabrik garam. Di sekitarnya ada perikanan juga. Tujuan okupansi itu akan kita alihkan ke sana," katanya.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono mengatakan perlunya membangun komunikasi dengan pemerintah daerah terkait program ekstensifikasi lahan garam di NTT.

Agung mengatakan program yang terus dipantau Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan itu tetap berjalan, meski diakuinya masih ada sejumlah lahan yang belum juga rampung status penggunaannya.

"Saya tidak mau menyebutnya sebagai masalah. Nanti perlu kita komunikasikan dengan pemerintah daerah," ujarnya.