Jakarta (ANTARA News) - Kebebasan pers dalam 20 tahun reformasi, diminta bukan untuk mencari untung semata khususnya bidang penyiaran yang mementingkan rating daripada memikirkan kepentingan publik.
"Cara-cara menggunakan kebebasan pers untuk semaksimal mungkin mendapatkan keuntungan, menurut saya menjadikan situasi kebebasan pers yang diperjuangkan tidak bermanfaat banyak bagi kepentingan publik," ujar Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Eni Maryani dihubungi di Jakarta, Jumat malam.
Menurut Eni, kini media penyiaran memperbanyak iklan, memilih acara-acara yang mendapat rating tinggi walaupun tidak mendidik, bahkan merusak mental dan cara pandang masyarakat akan realitas atau kehidupan mereka.
Hal tersebut, kata dia, mengembangkan konglomerasi atau diversifikasi dalam bisnis media yang hanya menghitung keuntungan yang diperoleh.
"Lihat saja di hampir semua acara, iklan sudah menjadi bagian dari konten. Sulit memilah mana iklan atau bukan," ucap Eni.
Ia berpendapat kualitas jurnalis juga tidak semakin membaik karena sebagian terjebak pada sistem dan kebijakan perusahaan media untuk menghasilkan konten yang sesuai keinginan pasar, meski tidak mencerdaskan.
Menurut Eni, hal terpenting dari kebebasan pers adalah apakah jurnalis memiliki kebebasan sebagai seorang jurnalis dalam mengembangkan isu yang diinginkan atau hanya sebagai pegawai perusahaan media.
"Apakah para jurnalis juga memiliki upaya dan cita-cita tentang bagaimana memanfaatkan kebebaaan yang ada untuk kepentingan publik?" kata dia.
Ia meminta pemerintah bersikap tegas pada para pengusaha media serta mendukung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memperbaiki kualitas siaran.
KPI juga harus dikontrol dan didukung masyarakat sipil untuk bekerja lebih baik, apabila tidak mampu, DPR yang memilih dan mengangkat anggota KPI perlu menegurnya.
Kebebasan pers diminta bukan untuk mencari untung, mementingkan rating
18 Mei 2018 23:53 WIB
Logo Hari Pers Nasional (HPN) 2017 yang acara puncaknya di Amcon, Maluku, 9 Februari 2017. (Panpus HPN)
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: