Kairo, Mesir (ANTARA News) - Sebelum kedatangan bulan suci Ramadhan, rakyat Mesir memenuhi pasar lokal untuk membeli lentera warna-warni, yang dalam Bahasa Arab disebut "fanoos", untuk anak-anak mereka atau sebagai hiasan rumah dan tempat kerja.

Buat rakyat Mesir, membeli fanoos nyaris menjadi keharusan sebab itu telah menjadi tradisi selama berabad-abad.

Lentera tersebut, yang kebanyakan buatan tangan, menghiasi jalan dan lorong sempit semua kota besar di Mesir selama bulan paling suci umat Muslim --yang dimulai pada Kamis.

Rasa lelah saat mengunjungi pasar lentera terbesar di Sayyida, Kairo terbayarkan saat mendapat lentera yang bagus.

Meskipun tahun ini terjadi kenaikan mencolok harga lentera, rakyat Mesir dari segala lapisan mendatangi pasar untuk membeli fanoos buat anak mereka serta menghiasi bagian depan dan dalam rumah mereka.

"Saya mencari lentera murah dengan kualitas bagus buat empat cucu saya," kata Reda Mohammed, perempuan yang berusia akhir 50-an tahun, kepada Xinhua.

Saat itu, ia akan memasuki satu toko besar yang menjual lentera Ramadhan,

Saat memeriksa lentera kecil yang berwarna merah dan biru, perempuan yang sudah pensiun tersebut mengatakan Ramadhan takkan berarti tanpa membeli lentera buat anak kecil.

Fanoos muncul di Mesir selama Kekhalifahan Fathimiyyah ratusan tahun lalu, ketika benda itu berfungsi untuk menerangi jalan tapi belakangan menjadi mainan tradisional anak-anak untuk bermain di luar rumah selama malam hari bulan Ramadhan.

"Ramadhan selama menjadi bulan kegembiraan buat anak kecil dan anak muda ... Anak-anak merasa sangat gembira ketika mereka berkeliling kampung dengan membawa lentera mereka setelah menyantap Iftar (makanan berbuka puasa)," tambah wanita itu.

Reda mengeluhkan harga lentera yang tinggi tahun ini. Namun, ia mengatakan ia harus membeli lentera sebab itu telah menjadi budaya yang diwariskan buat sebagian besar Muslim Mesir.

"Tahun lalu, saya mengeluarkan 20 pound untuk setiap lentera. Tahun ini harga barang yang hampir sama telah lebih dari 30 pound," katanya.

Mesir telah menderita resesi ekonomi dalam beberapa tahun belakangan, kondisi yang telah menyebar akibat kerusuhan politik dan masalah keamanan yang berkaitan, sehingga negeri tersebut melancarkan rencana pembaruan ketat, langkah penghematan, pengambangan mata uang lokal dan pemangkasan subsidi energi.

Langkah pembaruan itu, yang didukung oleh pinjaman bernilai 12 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional, di tengah kekurangan dolar, yang nilai tukarnya naik dari delapan jadi 18 pound Mesir, mengakibatkan inflasi yang tak pernah terjadi sebelumnya dan kenaikan harga setiap komoditas di negara Arab paling pada penduduk tersebut.

(Uu.C003)