Melawan radikalisme tidak cukup hanya dengan mengutuk
16 Mei 2018 16:38 WIB
Warga melintas di dekat spanduk penolakan terhadap teroris di kawasan Jl Malioboro, Yogyakarta, Selasa (15/5/2018). Hal tersebut guna menyuarakan sikap masyarakat menolak terorisme radikalisme serta dukungan untuk kepolisian dalam memberantas terorisme. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Palu (ANTARA News) - Pakar Pemikiran Islam Modern Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr H Zainal Abidin MAg, mengatakan melawan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme belum cukup dengan pernyataan mengutuk.
"Mengutuk tindakan, gerakan dan aksi intoleransi, radikalisme dan terorisme, itu menggambarkan ketidaksepakatan dengan aksi yang mereka lancarkan. Itu baik. Tapi untuk melawan gerakan kelompok garis keras itu, belum cukup hanya dengan statement mengutuk," kata Zainal Abidin di Palu, Rabu, menanggapi banyaknya protes kepada aksi terorisme di Indonesia.
Ia mendukung langkah komponen masyarakat yang tergabung dalam organisasi dengan menyatakan sikap melawan terorisme, radikalisme dan intoleransi.
Namun, tegas dia, pernyataan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan upaya-upaya strategis dalam penguatan pemahaman Pancasila, kebhinekaan dan kerohanian.
"Kalau kita hanya menyatakan melawan, lalu kemudian tidak ada upaya yang kita lakukan sebagai tindaklanjut atau realisasi dari pernyataan itu, maka masalah tidak selesai," katanya.
Menurut Ketua Syuriah Nahdlatul Ulama Sulteng itu, sejumlah aksi kejahatan dan kriminal yang dilakukan kelompok garis keras mencederai prikemanusiaan, merupakan target dan sebuah keberhasilan menurut mereka gerakan radikalisme, intoleransi dan terorisme.
"Apa yang mereka lakukan saat ini, itu bukan awal, tapi hasil dari upaya mereka yang dibangun dengan waktu lama. Itu adalah puncak, ibaratnya saat ini mereka panen," sebutnya.
Menurut Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat ini, gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme adalah gerakan yang terorganisir. Karena itu, seluruh komponen masyarakat dan pemerintah harus bersatu membangun sebuah gerakan yang terorganisir, sistematis dan terarah untuk melawan aksi radikalisme, intoleransi dan teroris.
Ia menjelaskan, seperti memantapkan dan memaksimalkan penerapan pendidikan Pancasila, kebhinekaan dan kerohanian di semua jenjang pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas.
Selain itu, kata dia, para tenaga pendidik di semua tingkatan jenjang pendidikan harus benar-benar memberikan pemahaman Pancasila, kerohanian dan kebhinekaan kepada peserta didik.
"Maka tenaga pendidik harus benar-benar memahami dan mengetahui apa materi yang diajarkan. Harus memiliki target dan sasaran pembentukan intelektual dan mental," kata Zainal.
Baca juga: Yenny Wahid: Kewenangan TNI-polisi perlu lebih diperhatikan
Baca juga: Imparsial: ujaran kebencian picu tindakan terorisme
Baca juga: Anggota Polda Riau korban serangan teroris sosok religius
Dia menjelaskan, radikalisme, terorisme, intoleransi adalah musuh bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum untuk membasmi gerakan tersebut.
"Salah satu problem yang dihadapi bangsa ini yaitu tumbuh-nya gerakan radikalisme, terorisme. Ini adalah kejahatan luar biasa yang menjadi musuh kita bersama," urainya.
Ketua MUI Kota Palu ini mengatakan gerakan radikalisme yang membawa nama agama tertentu, bahkan mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan sejalan dengan perintah agama yang dibawanya.
Ia menegaskan, pemahaman tersebut salah, bertabrakan dengan anjuran agama. Karena mengganggap pihak yang tidak sepakat dengan mereka, serta yang menghalangi aksi mereka sebagai pihak yang layak untuk dibunuh.
Parahnya lagi, hal itu diyakini oleh kelompok garis keras sebagai jihad dan akan mendapat imbalan surga.
"Padahal agama di Indonesia tidak ada yang mengajarkan untuk membunuh orang dengan dalih apapun. Entah karena orang itu berbeda pendapat atau menghalang-halangi," urainya.
Lanjut dia, seluruh masyarakat harus bersatu membangun penguatan moral, etika, dan spiritual kerohanian dengan pendekatan agama masing-masing yang dibarengi dengan penguatan kebhinekaan dan pemahaman terhadap Pancasila.
"Mengutuk tindakan, gerakan dan aksi intoleransi, radikalisme dan terorisme, itu menggambarkan ketidaksepakatan dengan aksi yang mereka lancarkan. Itu baik. Tapi untuk melawan gerakan kelompok garis keras itu, belum cukup hanya dengan statement mengutuk," kata Zainal Abidin di Palu, Rabu, menanggapi banyaknya protes kepada aksi terorisme di Indonesia.
Ia mendukung langkah komponen masyarakat yang tergabung dalam organisasi dengan menyatakan sikap melawan terorisme, radikalisme dan intoleransi.
Namun, tegas dia, pernyataan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan upaya-upaya strategis dalam penguatan pemahaman Pancasila, kebhinekaan dan kerohanian.
"Kalau kita hanya menyatakan melawan, lalu kemudian tidak ada upaya yang kita lakukan sebagai tindaklanjut atau realisasi dari pernyataan itu, maka masalah tidak selesai," katanya.
Menurut Ketua Syuriah Nahdlatul Ulama Sulteng itu, sejumlah aksi kejahatan dan kriminal yang dilakukan kelompok garis keras mencederai prikemanusiaan, merupakan target dan sebuah keberhasilan menurut mereka gerakan radikalisme, intoleransi dan terorisme.
"Apa yang mereka lakukan saat ini, itu bukan awal, tapi hasil dari upaya mereka yang dibangun dengan waktu lama. Itu adalah puncak, ibaratnya saat ini mereka panen," sebutnya.
Menurut Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat ini, gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme adalah gerakan yang terorganisir. Karena itu, seluruh komponen masyarakat dan pemerintah harus bersatu membangun sebuah gerakan yang terorganisir, sistematis dan terarah untuk melawan aksi radikalisme, intoleransi dan teroris.
Ia menjelaskan, seperti memantapkan dan memaksimalkan penerapan pendidikan Pancasila, kebhinekaan dan kerohanian di semua jenjang pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas.
Selain itu, kata dia, para tenaga pendidik di semua tingkatan jenjang pendidikan harus benar-benar memberikan pemahaman Pancasila, kerohanian dan kebhinekaan kepada peserta didik.
"Maka tenaga pendidik harus benar-benar memahami dan mengetahui apa materi yang diajarkan. Harus memiliki target dan sasaran pembentukan intelektual dan mental," kata Zainal.
Baca juga: Yenny Wahid: Kewenangan TNI-polisi perlu lebih diperhatikan
Baca juga: Imparsial: ujaran kebencian picu tindakan terorisme
Baca juga: Anggota Polda Riau korban serangan teroris sosok religius
Dia menjelaskan, radikalisme, terorisme, intoleransi adalah musuh bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum untuk membasmi gerakan tersebut.
"Salah satu problem yang dihadapi bangsa ini yaitu tumbuh-nya gerakan radikalisme, terorisme. Ini adalah kejahatan luar biasa yang menjadi musuh kita bersama," urainya.
Ketua MUI Kota Palu ini mengatakan gerakan radikalisme yang membawa nama agama tertentu, bahkan mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan sejalan dengan perintah agama yang dibawanya.
Ia menegaskan, pemahaman tersebut salah, bertabrakan dengan anjuran agama. Karena mengganggap pihak yang tidak sepakat dengan mereka, serta yang menghalangi aksi mereka sebagai pihak yang layak untuk dibunuh.
Parahnya lagi, hal itu diyakini oleh kelompok garis keras sebagai jihad dan akan mendapat imbalan surga.
"Padahal agama di Indonesia tidak ada yang mengajarkan untuk membunuh orang dengan dalih apapun. Entah karena orang itu berbeda pendapat atau menghalang-halangi," urainya.
Lanjut dia, seluruh masyarakat harus bersatu membangun penguatan moral, etika, dan spiritual kerohanian dengan pendekatan agama masing-masing yang dibarengi dengan penguatan kebhinekaan dan pemahaman terhadap Pancasila.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018
Tags: