Akademisi: Polri-BIN harus dapat antisipasi teror
16 Mei 2018 08:21 WIB
Tim Densus 88 memasukkan kardus yang diduga berisi peledak ke dalam tabung pengaman saat dilakukannya penggeledahan di kediaman terduga pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya, di Tambak Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5/2018). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Studi Keamanan Nasional dan Global Universitas Padjajaran, Yusa Djuyandi, mengatakan Polri dan Badan Intelijen Negara harus dapat melakukan langkah-langkah antisipasi teror, jika telah mendeteksi pelaku terduga teroris, meskipun Revisi Undang-Undang Antiterorisme belum disahkan.
"Jika belum ada UU yang melegalkan Polri dan intelijen untuk bertindak cepat untuk menangkap setelah mengetahui adanya rencana serangan, maka mereka dapat melakukan upaya pencegahan lain," ujar Yusa melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu.
Yusa mengatakan aparat dapat menggalakkan sistem peringatan dini terhadap objek yang akan disasar, serta mengawasi gerakan-gerakan para terduga pelaku.
Pernyataan Yusa menyikapi terjadinya ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya belum lama ini sebagai serangan teror lanjutan di Surabaya. Selama ini Polri dan BIN dapat mensinyalir para terduga pelaku teror, namun mereka terbatas pada kewenangan penindakan, jika belum ada bukti.
Menurut dia, jika BIN mengatakan bahwa sebelumnya mereka juga sudah mengetahui adanya rencana teror, maka seharusnya BIN juga bisa berkoordinasi dengan kepolisian dan pemerintah daerah setempat untuk melakukan upaya preventif dan persuasif dengan mengintensifkan komunikasi terbuka dalam rangka deradikalisasi.
"Bukankah program ini juga menjadi salah satu upaya preventif pemerintah untuk menghapuskan perilaku radikal. Jika tidak dijalankan berarti ada yang salah juga dengan pengimplementasian kebijakan ini," jelas Yusa.
Dia mengatakan teror di Mapolrestabes Surabaya sebagai teror lanjutan membuat publik bertanya-tanya atas seberapa cepat, efektif dan efisien kerja polisi dan BIN dalam mengawasi dan mengantisipasi serangan teror.
"Boleh dikatakan dengan adanya tragedi teror di Surabaya ini polisi dan BIN menunjukan cara kerja mereka yang belum efisien. Kekhawatiran kita adalah bagaimana kemudian mereka siap untuk meminimalisir gangguan keamanan serupa dan bisa mengurangi adanya kegelisahan masyarakat," kata Yusa.
"Jika belum ada UU yang melegalkan Polri dan intelijen untuk bertindak cepat untuk menangkap setelah mengetahui adanya rencana serangan, maka mereka dapat melakukan upaya pencegahan lain," ujar Yusa melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu.
Yusa mengatakan aparat dapat menggalakkan sistem peringatan dini terhadap objek yang akan disasar, serta mengawasi gerakan-gerakan para terduga pelaku.
Pernyataan Yusa menyikapi terjadinya ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya belum lama ini sebagai serangan teror lanjutan di Surabaya. Selama ini Polri dan BIN dapat mensinyalir para terduga pelaku teror, namun mereka terbatas pada kewenangan penindakan, jika belum ada bukti.
Menurut dia, jika BIN mengatakan bahwa sebelumnya mereka juga sudah mengetahui adanya rencana teror, maka seharusnya BIN juga bisa berkoordinasi dengan kepolisian dan pemerintah daerah setempat untuk melakukan upaya preventif dan persuasif dengan mengintensifkan komunikasi terbuka dalam rangka deradikalisasi.
"Bukankah program ini juga menjadi salah satu upaya preventif pemerintah untuk menghapuskan perilaku radikal. Jika tidak dijalankan berarti ada yang salah juga dengan pengimplementasian kebijakan ini," jelas Yusa.
Dia mengatakan teror di Mapolrestabes Surabaya sebagai teror lanjutan membuat publik bertanya-tanya atas seberapa cepat, efektif dan efisien kerja polisi dan BIN dalam mengawasi dan mengantisipasi serangan teror.
"Boleh dikatakan dengan adanya tragedi teror di Surabaya ini polisi dan BIN menunjukan cara kerja mereka yang belum efisien. Kekhawatiran kita adalah bagaimana kemudian mereka siap untuk meminimalisir gangguan keamanan serupa dan bisa mengurangi adanya kegelisahan masyarakat," kata Yusa.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: