Jakarta (ANTARA News) - Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid, menilai kewenangan TNI dan Kepolisian Indonesi dalam revisi UU Antiterorisme perlu lebih diperhatikan dibandingkan mempermasalahkan definisi terorisme.

"Menurut saya bukan masalah definisi, yang lebih penting pembagian kewenangan instansi. Lebih baik kita atur soal institusi ini, untuk menghindari ekses negatif yang mungkin sudah bisa kita proyeksikan ke depannya," ujar dia, di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan selain faktor kewenangan, fungsi koordinasi antara TNI maupun Kepolisian Indonesia juga perlu diatur secara seksama dalam RUU Nomor 15/2003 itu.

"Ini sudah mulai harus diperhatikan dalam penyusunan RUU. Penjurunya siapa? TNI bisa masuk dalam situasi seperti apa? Dengan melakukan prosedur seperti apa? Apakah ekses terhadap kebebasan masyarakat sipil bisa dihadapi?," kata Yenny.

Ia berharap kelak dalam produk hukum itu tidak ditemukan aturan yang tumpang-tindih antara tugas TNI maupun Kepolisian Indonesia.

"Kita lihat Federal Bureau of Investigation dan Central Intelligence Agency di Amerika Serikat berantem sendiri, rebutan tahanan sendiri. Jangan seperti itu," terang dia.

Menurut dia, percepatan RUU Terorisme ini menjadi langkah yang perlu diapresiasi karena ditempuh untuk memperkuat aparat penegak hukum dalam menumpas teroris.

Dengan demikian, kata Yenny, aparat penegak hukum ke depannya diharapkan tidak kecolongan lagi.