Roma (ANTARA News) - Diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa atas produk minyak sawit mentah (CPO) Indonesia membuat industri dan pemerintah bersinergi untuk melakukan diplomasi intensif terhadap pemerintahan maupun masyarakat di negara kawasan Eropa.

Salah satu yang dilakukan lewat konferensi intenasional bertajuk “Eradicating Poverty Through The Agriculture and Plantation Industry to empower peace and humanity” di Universitas Pontifical Urbana di Roma, Italia, Selasa, yang dihadiri Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, sejumlah dubes RI di kawasan Eropa, serta akademisi maupun pelaku industri.

“Konferensi ini merupakan forum yang sangat penting untuk bertukar pikiran secara intelektual dan dialog yang transparan bagi semua pemangku kepentingan,” kata Luhut dalam presentasinya di hadapan para peserta seminar.

Ia mengatakan Pemerintah Indonesia sangat transparan dalam mengatasi isu lingkungan yang dikaitkan dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit dan industri turunan CPO.

Bahkan pemerintah juga telah menerapkan standar minyak sawit berkelanjutan dan patuh pada skema sertifikasi di negara tujuan ekspor.

“Minyak sawit salah satu yang paling banyak aturannya di Indonesia,” ujarnya.

Dalam presentasinya, Luhut menjabarkan perkebunan dan industri minyak sawit memainkan peranan penting bagi pengurangan kemiskinan di Indonesia.

Dari total luas lahan kelapa sawit 11,26 juta hektare, sebanyak 41 persen, katanya, dikelola 2,3 juta rakyat kecil.

Ia berharap diskusi pada forum internasional itu menghasilkan kesimpulan yang adil dan praktis untuk rekomendasi kebijakan pemerintah di kawasan Uni Eropa.

Pemerintah dan bersama dengan pelaku perkebunan maupun industri minyak sawit Indonesia bahu membahu meyakinkan masyarakat, pemerintah, dan parlemen di Uni Eropa bahwa pengelolaan minyak sawit telah memenuhi standar lestari yang mereka terapkan.

Sebagai produsen minyak sawit terbesar, Indonesia juga menggandeng Malaysia untuk melawan diskriminasi kebijakan minyak nabati berbasis biji-bijian di Eropa.

Hadir dan menjadi pembicara pada konferensi tersebut juga Dubes Malaysian untuk Vatikan Tan Sri Bernard Giluk Dompok, yang pernah menjadi Menteri Pertanian Malaysia.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut tuduhan perkebunan dan industri minyak sawit melakukan banyak deforestasi tidak beralasan karena kontribusinya malah sangat kecil sekitar dua persen, dibandingkan minyak nabati lain berbasis biji-bijian.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan Eropa termasuk tujuan ekspor minyak sawit penting, namun penuh tantangan karena banyak kampanye negatifnya terkait perang dagang dan persaingan dengan minyak nabati lainnya.

Baca juga: Indonesia kedepankan diplomasi perdagangan untuk sektor sawit