Dua titik panas terpantau di Aceh
14 Mei 2018 21:48 WIB
Arsip: Sejumlah pengendara menembus kabut asap yang menutupi kawasan jalan Nasional Medan-Banda Aceh di Desa Suak Raya, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Selasa (23/10/2017). Kebakaran lahan gambut di enam Kecamatan di kabupaten setempat menyebabkan sejumlah wilayah diselimuti kabut asap dengan jarak pandang menjadi hanya 30-100 meter. (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
Banda Aceh (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang mengungkapkan, dua titik panas terpantau satelit berada di wilayah Aceh.
"Sore ini awal pekan ini, satelit memantau dua titik panas di Aceh," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh, Zakaria di Aceh Besar, Senin.
Menurutnya, kedua titik panas ini terpantau satelit Terra dan Aqua berada di dua kabupaten/kota di provinsi bagian paling Barat Indonesia.
Tepatnya hasil pantauan sensor modis kedua satelit menyebut di Kecamatan Kuala, Nagan Raya, dan Kecamatan Simpang Kiri, Subulussalam.
Sedangkan tingkat kepercayaan kedua titik panas tersebut belum menunjukkan kebakaran hutan dan lahan dalam kategori serius.
"Dari persentase dua titik panas ini, masih 61 hingga 70 persen. Itu artinya, belum patut di duga sebagai kebakaran hutan dan lahan," terangnya.
"Namun, semua pihak harus wasapada karena saat ini di Aceh sedang memasuki musim kemarau. Kita terus imbau, agar jangan membuka lahan dengan cara membakar," tegas Zakaria.
Humas BMKG, Hary T Djatmiko telah menyebut, awal musim kemarau dimulai April 2018. Daerah pertama memasuki musim kemarau, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Puncak musim kemarau diperkirakan berlangsung di Agustus dan September 2018. Terjadinya musim kemarau tidak merata di semua wilayah, dan akan terus meluas hingga Oktober 2018.
Namun menurut BMKG, kemarau di tahun ini diprakirakan tidak separah musim kemarau pada 2015 akibat di pertengahan 2018 iklim di Indonesia masih dipengaruhi La Nina lemah.
Sehingga kemarau tahun ini berimplikasi positif pada tanaman palawija, dan tanaman semusim yang tidak teralu memerlukan banyak air, katanya.
"Sore ini awal pekan ini, satelit memantau dua titik panas di Aceh," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Aceh, Zakaria di Aceh Besar, Senin.
Menurutnya, kedua titik panas ini terpantau satelit Terra dan Aqua berada di dua kabupaten/kota di provinsi bagian paling Barat Indonesia.
Tepatnya hasil pantauan sensor modis kedua satelit menyebut di Kecamatan Kuala, Nagan Raya, dan Kecamatan Simpang Kiri, Subulussalam.
Sedangkan tingkat kepercayaan kedua titik panas tersebut belum menunjukkan kebakaran hutan dan lahan dalam kategori serius.
"Dari persentase dua titik panas ini, masih 61 hingga 70 persen. Itu artinya, belum patut di duga sebagai kebakaran hutan dan lahan," terangnya.
"Namun, semua pihak harus wasapada karena saat ini di Aceh sedang memasuki musim kemarau. Kita terus imbau, agar jangan membuka lahan dengan cara membakar," tegas Zakaria.
Humas BMKG, Hary T Djatmiko telah menyebut, awal musim kemarau dimulai April 2018. Daerah pertama memasuki musim kemarau, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Puncak musim kemarau diperkirakan berlangsung di Agustus dan September 2018. Terjadinya musim kemarau tidak merata di semua wilayah, dan akan terus meluas hingga Oktober 2018.
Namun menurut BMKG, kemarau di tahun ini diprakirakan tidak separah musim kemarau pada 2015 akibat di pertengahan 2018 iklim di Indonesia masih dipengaruhi La Nina lemah.
Sehingga kemarau tahun ini berimplikasi positif pada tanaman palawija, dan tanaman semusim yang tidak teralu memerlukan banyak air, katanya.
Pewarta: Muhammad Said
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: