Jakarta (ANTARA News) - Sistem penggajian PNS Departemen Keuangan sebagai bentuk reformasi birokrasi harus ditinjau ulang dan dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR. "Kalangan DPR meminta pemerintah untuk menyusun sistem dan struktur penggajian PNS dalam upaya reformasi birokrasi secara menyeluruh," kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Agung mengingatkan perlunya honorarium dan vakasi yang terintegrasi dalam sistem penggajian. Selain itu, perlu adanya keseimbangan tunjangan fungsional, seperti para pendidik, peneliti, perawat dengan pejabat struktural. DPR berharap, paling tidak gaji pokok dapat dicapai di atas kebutuhan hidup layak (KHL), selain tetap diberikan gaji ke-13 serta tunjangan lainnya. Dalam kaitan ini, DPR perlu menanggapi adanya kebijakan penggajian yang bertajuk reformasi birokrasi di Departemen Keuangan melalui keputusan Menkeu No.289/KNK.01/2007 mengenai Kenaikan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN). "Kebijakan menaikkan tunjangan dan gaji PNS harus disesuaikan dengan kondisi keuangan negara, skala prioritas dan peraturan yang berlaku," kata Agung. Seharus, kata Agung, harus diperhatikan nasib sejumlah pegawai yang ditugaskan ke pelosok dan pedalaman negeri ini dengan pendapatan yang tidak memadai. Kebijakan tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR melalui Panitia Anggaran. "DPR mendukung adanya kebijakan reformasi birokrasi, tetapi seharusnya reformasi birokrasi tidak dilakukan secara parsial, harus menyeluruh," katanya. Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendesak Presiden Susilo Bambang Yuhdoyono membatalkan pilot project sistem penggajian di instansi pemerintah yang saat ini mulai diterapkan di Departemen Keuangan karena sistem baru melanggar UU No.43/1999 dan menimbulkan diskriminasi antara Depkeu dengan departemen lain. "Kita mendesak Presiden agar membatalkan karena sistem penggajian di Depkeu menimbulkan diskriminasi. Apalagi tidak ada jaminan bahwa dengan gaji sangat besar, pelayanan di depkeu lebih baik, lebih bersih dan bebas dari mafia pajak dan bea cukai," kata Wakil Ketua DPD La Ode Ida di Gedung DPD/MPR di Senayan Jakarta. Langkah Depkeu melakukan reformai birokrasi menimbulkan konseksensi penggelontoran dana sebesar Rp4,3 triliun bagi keperluan penggajian seluruh pegawai Depkeu dan diberikan sejak 1 Juli 2007. Alasan Menkeu menaikkan anggaran untuk gaji pegawai Depkeu adalah tanpa pemberian remunerasi yang memadai sulit untuk melakukan reformasi birokrasi. "Ini justru yang paling penting, karena orang melakukan pungutan liar, salah satunya karena gaji mereka sangat kecil," kata Menkeu Sri Mulyani. Dengan demikian, terhitung 1 Juli 2007, PNS Depkeu menerima tunjangan berkisar Rp1,33 juta (golongan I dan Satpam hingga Rp46,96 juta (eselon I). La Ode mengemukakan, Depkeu telah melakukan abuse of power dengan kekuasaan keuangan negara yang dimilikinya, tanpa memerhatikan banyak faktor, terutama otoritas pembinaan aparatur yang sesungguhnya ada pada kementerian PAN. Padahal sistem penggajian kepada PNS harus berkeadilan di seluruh Indonesia. "Kita sudah mendengar beberapa tahun lalu bahwa gaji/tunjangan pegawai Depkeu sudah dinaikkan sembilan kali lipat dan 1 Juli 2007 dinaikkan lagi," katanya. Penggajian di Depkeu telah melanggar UU No.43/1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 7 UU ini menyebutkan, setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji yang diterima PNS harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan. Gaji PN yang adil dan layak harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (*)