Media harus bantu pemerintah lakukan deradikalisasi
14 Mei 2018 04:48 WIB
Warga menyalakan lilin saat aksi lilin kebersamaan Suroboyo Wani di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Aksi yang diikuti ratusan orang dari berbagai lapisan itu mengecam aksi terorisme bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Pamekasan (ANTARA News) - Media harus membantu pemerintah dalam melakukan gerakan deradikalisasi melalui pemberitaan, guna menetralisir paham radikal yang berkembang saat ini, kata akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nazhatut Thullab Dr Moh Wardi.
"Sebab, kalau kita perhatikan, aksi teror yang akhir-akhir ini semakin meluas, salah satunya karena pengaruh media," ujar Wardi dalam diskusi bertajuk "Islam, Media dan Terorisme" yang digelar Kahmi alumni IAIN Madura di Pamekasan, Jatim, Minggu (13/5) malam.
Mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan itu, lebih lanjut menjelaskan deradikalisasi mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan.
Tujuannya untuk mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki pemahaman radikal untuk kembali ke jalan pemikiran yang lebih moderat.
Menurut Wardi, terorisme telah menjadi permasalahan serius bagi dunia internasional karena setiap saat akan membahayakan keamanan nasional.
Oleh karenanya, sambung dia, maka program deradikalisasi dibutuhkan sebagai formula penanggulangan dan pencegahan pemahaman radikal seperti terorisme.
Kemenangan kapitalisme pascaperang dingin, katanya, menjadikan media sebagai instrumen penting dalam mewujudkan misi gerakan.
"Maka media sebagai instrumen penting ini, hendaknya harus bisa diarahkan agar juga bisa menjadi alat membantu negara, dalam hal ini adalah melakukan upaya-upaya untuk mencegah radikalisme," katanya.
Wardi menilai teror bom yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Surabaya dan Sidoarjo, Minggu (13/5) di satu sisi menunjukkan bahwa gerakan kelompok radikal sudah masuk Jawa Timur.
"Media memang bukan satu-satunya sarana untuk itu. Akan tetapi gerakan yang terpola yang dilakukan oleh media, akan sangat membantu dalam gerakan deradikalisasi ini, karena jangkauannya tentu lebih luas dan lebih diperhatikan oleh publik," ujarnya.
Selain gerakan deradikalisasi melalui media, upaya lain yang perlu dilakukan adalah mengintensifkan dialog-dialog keagamaan yang berwawasan kebaragamaan dan humanisme.
"Nilai-nilai humanisme dan pluralisme ini penting, karena bangsa ini dibangun diatas nilai-nilai beragam dari sisi etnis, kultur, dan keyakinan yang berbeda pula," katanya.
"Sebab, kalau kita perhatikan, aksi teror yang akhir-akhir ini semakin meluas, salah satunya karena pengaruh media," ujar Wardi dalam diskusi bertajuk "Islam, Media dan Terorisme" yang digelar Kahmi alumni IAIN Madura di Pamekasan, Jatim, Minggu (13/5) malam.
Mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan itu, lebih lanjut menjelaskan deradikalisasi mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan.
Tujuannya untuk mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki pemahaman radikal untuk kembali ke jalan pemikiran yang lebih moderat.
Menurut Wardi, terorisme telah menjadi permasalahan serius bagi dunia internasional karena setiap saat akan membahayakan keamanan nasional.
Oleh karenanya, sambung dia, maka program deradikalisasi dibutuhkan sebagai formula penanggulangan dan pencegahan pemahaman radikal seperti terorisme.
Kemenangan kapitalisme pascaperang dingin, katanya, menjadikan media sebagai instrumen penting dalam mewujudkan misi gerakan.
"Maka media sebagai instrumen penting ini, hendaknya harus bisa diarahkan agar juga bisa menjadi alat membantu negara, dalam hal ini adalah melakukan upaya-upaya untuk mencegah radikalisme," katanya.
Wardi menilai teror bom yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Surabaya dan Sidoarjo, Minggu (13/5) di satu sisi menunjukkan bahwa gerakan kelompok radikal sudah masuk Jawa Timur.
"Media memang bukan satu-satunya sarana untuk itu. Akan tetapi gerakan yang terpola yang dilakukan oleh media, akan sangat membantu dalam gerakan deradikalisasi ini, karena jangkauannya tentu lebih luas dan lebih diperhatikan oleh publik," ujarnya.
Selain gerakan deradikalisasi melalui media, upaya lain yang perlu dilakukan adalah mengintensifkan dialog-dialog keagamaan yang berwawasan kebaragamaan dan humanisme.
"Nilai-nilai humanisme dan pluralisme ini penting, karena bangsa ini dibangun diatas nilai-nilai beragam dari sisi etnis, kultur, dan keyakinan yang berbeda pula," katanya.
Pewarta: Abd Aziz
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018
Tags: