Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menunjuk hakim Wahjono sebagai ketua majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara gugatan perdata terhadap mantan Presiden Soeharto dan yayasan beasiswa Supersemar. "Hari ini sudah ditunjuk majelis hakim yang akan menangani (perkara itu-red)," kata Ketua PN Jakarta Selatan, Andi Samsan Nganro, di Jakarta, Kamis. Penunjukan Wahjono, kata Andi, didasarkan pada daya tarik perkara tersebut bagi masyarakat. Menurut dia, gugatan perdata terhadap seorang mantan presiden harus menjadi prioritas karena sangat menarik perhatian masyarakat. Namun, ketika ditanya kenapa Wahjono yang terpilih menjadi ketua majelis hakim, Andi tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut. Wahjono adalah salah satu hakim di PN Jakarta Selatan yang sering menangani perkara besar. Sejumlah perkara yang dia tangani adalah dugaan korupsi dalam kasus impor sapi Australia tahun 2001 yang diduga merugikan negara sekitar Rp10,12 miliar. Kasus itu masih berjalan dan menempatkan mantan Direktur Pengembangan dan Teknologi Bulog, Tito Pranolo, di kursi terdakwa. Selain itu, Wahjono juga bertindak sebagai hakim tunggal dalam praperadilan penangkapan tersangka teroris Abu Dujana. Dalam perkara tersebut, Wahjono menyatakan penangkapan Abu Dujana oleh Densus 88 sah meski banyak kalangan menilai telah terjadi pelanggaran HAM dalam penangkapan tersebut. Wahjono juga terpilih menjadi ketua majelis hakim dalam perkara gugatan pembubaran Densus 88 yang diajukan oleh Amir (ketua) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba`asyir, mewakili sejumlah pemimpin ormas Islam serta korban penangkapan pasukan antiteror tersebut. Kemudian, dia juga dipercaya untuk mengetuai majelis hakim yang menangani gugatan perdata organisasi lingkungan Walhi terhadap Lapindo Brantas dalam kasus luapan lumpur di Sidoarjo. Khusus untuk perkara perdata Soeharto, kata Andi, Wahjono akan dibantu oleh dua hakim anggota yaitu Ktut Manika dan Aswan Nurcahyo. Menurut Andi, ketiga hakim tersebut akan menentukan jadwal sidang perdana untuk perkara perdata Soeharto. Kejaksaan Agung (kejakgung) telah mendaftarkan gugatan perdata penyelewengan dana pada Yayasan Supersemar yang diketuai mantan Presiden Soeharto ke PN Jakarta Selatan dengan nomor registrasi perkara 904/Pdt.G/2007/PN.Jaksel pada 9 Juli 2007. Ketua tim pengacara negara untuk kasus tersebut, Dachmar Monte, setelah menyerahkan berkas gugatan mengatakan, Soeharto digugat atas dugaan melakukan perbuatan melanggar hukum seperti diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Menurut Dachmar, Yayasan Supersemar pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu. Sejak 1978, katanya, yayasan tersebut menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15/1976 yang mengatur pengeluaran dana untuk kegiatan sosial khususnya bidang pendidikan, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa. "Kenyataannya, kita lihat tidak seperti itu," kata Dachmar. Menurut Dachmar, telah terjadi penyelewengan dana sebesar 420 juta dolar AS. Dalam gugatan perdata itu, tambah Dachmar, Kejakgung rencananya akan mengahadirkan antara 15 dan 20 saksi untuk memperkuat substansi gugatan.(*)