Greenpeace: penggunaan batubara beresiko bagi kesehatan manusia
8 Mei 2018 07:50 WIB
Kapal Rainbow Warrior Greenpeace bersama aktivis lingkungan menggiring kapal tongkang saat aksi damai pengusiran kapal tongkang keluar dari wilayah perairan konservasi Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Minggu (6/5/2018). (ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Denpasar (ANTARA News) - Aktivis lingkungan Greenpeace mengungkapkan bahwa meningkatnya penggunaan batubara pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara sangat beresiko bagi kesehatan manusia.
"Meningkatnya kembali penggunaan batubara, gas dan minyak bumi pada 2017 artinya tidak hanya menambah emisi CO2 tetapi juga meningkatkan emisi polutan udara beracun, membawa risiko bagi kesehatan masyarakat. Ini harus diatasi segera," ujar Lauri Myllyvirta, ahli polusi udara Greenpeace saat ditemui di Denpasar, Selasa.
Polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batubara di Asia Tenggara telah berkontribusi pada 20.000 kematian dini per tahun. Jika rencana pembangunan PLTU-PLTU baru berjalan, diperkirakan angka ini bisa meningkat hingga 70.000 dari bermacam penyakit seperti kanker paru-paru, stroke, serta penyakit pernafasan, menurut riset dari Universitas Harvard dan Greenpeace International.
Saat ini para pelaku industri fosil sedang berkumpul, membangun jaringan, dan melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis di sebuah hotel mewah di Bali. "Pulau indah yang saat ini sedang menghadapi persoalan serius terkait batubara," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa beberapa unsur masyarakat di Celukan Bawang sedang berupaya menentang rencana ekspansi PLTU di daerah itu yang akan berdampak pada lingkungan serta sumber penghidupan masyarakat sebagai petani dan nelayan.
Selain itu, beberapa hari lalu aktivis Greenpeace Indonesia juga menghalau tongkang-tongkang pengangkut batu bara yang secara ilegal memasuki Taman Nasional Karimunjawa. Riset dan dokumentasi yang dilakukan Greenpeace memperlihatkan betapa praktik ilegal ini merusak terumbu karang dan berdampak pada penghasilan nelayan setempat.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika mengatakan bahwa industri batubara berkumpul di Bali untuk menyelamatkan masa depan bisnis mereka, kesehatan dan pencaharian masyarakat Indonesia sedang terancam.
"Negeri ini tidak layak mendapatkan masa depan yang dibangun di atas batubara. Ini saatnya pemerintah berpihak pada masyarakat dan segera beralih ke energi terbarukan," ujarnya.
Dia menambahkan batubara adalah industri yang akan segera berakhir. Tidak hanya kesadaran global akan dampak buruknya, tetapi investor-investor besar mulai enggan menaruh modalnya di sektor ini dalam rangka menghindari risiko aset yang terbengkalai.
Konferensi industri batubara terbesar di Asia yang dihadiri pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memberikan dukungan yang sangat besar terhadap dominasi batubara, yang sudah jelas terbukti menghasilkan polusi tinggi dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat.
Batubara telah menjadi sumber energi yang ditinggalkan dan digantikan oleh sumber energi terbarukan di belahan dunia lainnya seperti Amerika dan Eropa. Bahkan negara-negara di Asia TImur seperti China juga telah memanfaatkan tenaga surya dan angin dengan kapasitas yang sangat besar.
Deutsche Bank yang merupakan bank terbesar di Jerman telah menyatakan akan menghentikan mendanai proyek batubara sebagai bagian dari komitmen terhadap Kesepakatan Paris untuk menghentikan dampak perubahan iklim.
Selain itu, badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import Amerika Serikat, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, juga memutuskan untuk berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga Batubara.
"Meningkatnya kembali penggunaan batubara, gas dan minyak bumi pada 2017 artinya tidak hanya menambah emisi CO2 tetapi juga meningkatkan emisi polutan udara beracun, membawa risiko bagi kesehatan masyarakat. Ini harus diatasi segera," ujar Lauri Myllyvirta, ahli polusi udara Greenpeace saat ditemui di Denpasar, Selasa.
Polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batubara di Asia Tenggara telah berkontribusi pada 20.000 kematian dini per tahun. Jika rencana pembangunan PLTU-PLTU baru berjalan, diperkirakan angka ini bisa meningkat hingga 70.000 dari bermacam penyakit seperti kanker paru-paru, stroke, serta penyakit pernafasan, menurut riset dari Universitas Harvard dan Greenpeace International.
Saat ini para pelaku industri fosil sedang berkumpul, membangun jaringan, dan melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis di sebuah hotel mewah di Bali. "Pulau indah yang saat ini sedang menghadapi persoalan serius terkait batubara," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa beberapa unsur masyarakat di Celukan Bawang sedang berupaya menentang rencana ekspansi PLTU di daerah itu yang akan berdampak pada lingkungan serta sumber penghidupan masyarakat sebagai petani dan nelayan.
Selain itu, beberapa hari lalu aktivis Greenpeace Indonesia juga menghalau tongkang-tongkang pengangkut batu bara yang secara ilegal memasuki Taman Nasional Karimunjawa. Riset dan dokumentasi yang dilakukan Greenpeace memperlihatkan betapa praktik ilegal ini merusak terumbu karang dan berdampak pada penghasilan nelayan setempat.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hindun Mulaika mengatakan bahwa industri batubara berkumpul di Bali untuk menyelamatkan masa depan bisnis mereka, kesehatan dan pencaharian masyarakat Indonesia sedang terancam.
"Negeri ini tidak layak mendapatkan masa depan yang dibangun di atas batubara. Ini saatnya pemerintah berpihak pada masyarakat dan segera beralih ke energi terbarukan," ujarnya.
Dia menambahkan batubara adalah industri yang akan segera berakhir. Tidak hanya kesadaran global akan dampak buruknya, tetapi investor-investor besar mulai enggan menaruh modalnya di sektor ini dalam rangka menghindari risiko aset yang terbengkalai.
Konferensi industri batubara terbesar di Asia yang dihadiri pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memberikan dukungan yang sangat besar terhadap dominasi batubara, yang sudah jelas terbukti menghasilkan polusi tinggi dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat.
Batubara telah menjadi sumber energi yang ditinggalkan dan digantikan oleh sumber energi terbarukan di belahan dunia lainnya seperti Amerika dan Eropa. Bahkan negara-negara di Asia TImur seperti China juga telah memanfaatkan tenaga surya dan angin dengan kapasitas yang sangat besar.
Deutsche Bank yang merupakan bank terbesar di Jerman telah menyatakan akan menghentikan mendanai proyek batubara sebagai bagian dari komitmen terhadap Kesepakatan Paris untuk menghentikan dampak perubahan iklim.
Selain itu, badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import Amerika Serikat, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, juga memutuskan untuk berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga Batubara.
Pewarta: Wira Suryantala dan Ni Luh Rhismawati
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: