Denpasar (ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali (BBB) lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar, menggelar Timbang Pandang seputar festival Europalia-Indonesia, Minggu.

Kegiatan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, seniman dan budayawan membahas berbagai hal, Indonesia selama empat bulan sejak 10 Oktober 2017 ? 21 Januari 2018, telah menghadirkan berbagai bentuk kesenian dan ragam budayanya dalam Festival Seni Budaya Europalia, kata staf program BBB, Idayati, di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, timbang pandang tersebut mendialogkan perihal festival secara keseluruhan, sekaligus sebagai bentuk oleh-oleh bekal menuju Program Indonesia mendatang.

Dalam kegiatan tersebut tampil sebagai pembicara Nyak ?Ubiet? Ina Raseuki (kurator Europalia), Hikmat Darmawan (kurator Europalia), Wicaksono Adi, Sang Nyoman Arsa Wijaya, Ahmad Mahendra (Kepala Bagian Umum dan Kerjasama Kemendikbud) dan Ratna Pandjaitan (Europalia Indonesia).

Indonesia terpilih sebagai negara tamu pada Festival Seni Budaya Europalia ke-26, setelah melalui seleksi yang ketat. Indonesia menjadi negara keempat di Asia setelah Jepang (1989), China (2009), dan India (2013), serta negara pertama di kawasan Asia Tenggara.

Selama empat bulan, 10 Oktober 2017 ? 21 Januari 2018, ada 486 seniman dan budayawan tampil di tujuh negara Eropa, dengan pusat penyelenggaraan di BOZAR, Centre For Fine Arts Brussels, Belgia.

Dalam festival seni budaya terbesar di Eropa ini, Indonesia menghadirkan 247 karya dan program terinci dalam 20 pameran, 71 pertunjukan tari dan teater, 95 pertunjukan musik, 34 karya sastra, tak ketinggalan 14 pemutaran film, serta sembilan konferensi.

Sejumlah pertanyaan membayangi peristiwa seni budaya strategis tersebut, yang belum tentu berulang puluhan tahun mendatang, menyangkut sistem kurasi, kurator dan hal-hal teknis lainnya.

Dialog tersebut berupaya menelisik perihal bagaimana rujukan tematik atau empat pilar festival Europalia Indonesia yang tradisi (heritage), kekinian (contemporary), kreasi baru (creation), dan kolaborasi (exchange).

Yang semuanya itu diterjemahkan sebagai persitiwa pencapaian seni budaya Indonesia, yang memiliki resonansi kini dan mendatang, bukan semata bergaung ke seluruh dunia, namun dapat menjadi momentum para kreator di Tanah Air untuk melahirkan karya-karya masterpieces, ujar Idayati.

Baca juga: Mendikbud tutup Festival Europalia Indonesia di Brusel