Kalah di WTO, Gopan siapkan langkah strategis hadapi serbuan ayam Brazil
4 Mei 2018 22:53 WIB
Dokumentasi Peternak memberi pakan ayam potong berusia 28 hari, di Kampung Cisaga, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis (18/1/2018). Harga ayam potong di tingkat peternak naik dari Rp17.000 menjadi Rp20.000 per kilogram, sedangkan harga jual di pasar tradisional mencapai Rp39.000 per kilogram. Kenaikan tersebut disebabkan harga Day old chicken (DOC) saat ini mencapai Rp5.700 per ekor, ditambah harga pakan menjadi Rp7.625 per kilogram. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Bogor (ANTARA News) - Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) menyiapkan langkah-langkah strategis dalam menghadapi gempuran impor ayam dari Brazil, menyusul kekalahan Indonesia atas gugatan Negeri Samba tersebut melalui Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
"Kita sudah kalah di sidang di sidang WTO, Brazil yang mengajukan gugatan agar Indonesia membuka keran impor untuk ayam, mau tidak mau ini harus diberlakukan," kata Ketua Gopan, Herry Dermawan, di Bogor, Jumat.
Dalam merancang strategi ini, Gopan menggelar Rapat kerja nasional (Rakernas) untuk pertama kalinya. Rakernas dihadiri seluruh perwakilan organisasi peternak ayam nusantara.
Menurut Herry, hasil sidang WTO yang dimenangkan oleh Brazil, memaksa Indonesia harus membuka keran impor ayam dari Brazil.
"Ini jadi ancaman," katanya.
Ia mengatakan jika ayam Brazil masuk ke Indonesia, akan mengancam nasib peternak mandiri dalam negeri. Situasi ini menjadi ancam krusial, karena harga ayam Brazil lebih murah, sehingga harga ayam akan turun. Jika harga ayam turun, peternak merugi, dan kalau peternak merugi, peternak akan tutup.
"Peternak di Brazil sudah sangat efisien dan biaya produksinya sudah sangat murah," katanya.
Menurut Herry, harga ayam Brazil dapat murah karna negeri Samba tersebut salah satu produsen jagung di dunia. Harga jagung di Brazil paling mahal Rp2.200 sedangkan di Indonesia Rp 4.000 bahkan lebih, kalau paceklik bisa Rp 5.000.
Harga jagung berpengaruh dengan ayam karena 50 persen bahan baku untuk pakan adalah jagung. Di satu sisi kebijakan harga jagung adalah upaya pemerintah mengangkat petani jagung.
"Perlu ada upaya apa saja yang dirumuskan bersama untuk mengatasi importasi ayam Brazil," kata Herry.
Herry mengatakan hal ini tidak serta merta memudahkan negara Brazil untuk mengekspor daging ayam ke Indonesia. Namun menjadi sebuah ancaman sekaligus tantangan bagi industri perunggasan nasional untuk lebih berdaya saing.
"Tentunya menjadi tugas pemerintah dalam penguatan dan perlindungan pelaku perunggasan khususnya peternak ayam mandiri," katanya.
"Kita sudah kalah di sidang di sidang WTO, Brazil yang mengajukan gugatan agar Indonesia membuka keran impor untuk ayam, mau tidak mau ini harus diberlakukan," kata Ketua Gopan, Herry Dermawan, di Bogor, Jumat.
Dalam merancang strategi ini, Gopan menggelar Rapat kerja nasional (Rakernas) untuk pertama kalinya. Rakernas dihadiri seluruh perwakilan organisasi peternak ayam nusantara.
Menurut Herry, hasil sidang WTO yang dimenangkan oleh Brazil, memaksa Indonesia harus membuka keran impor ayam dari Brazil.
"Ini jadi ancaman," katanya.
Ia mengatakan jika ayam Brazil masuk ke Indonesia, akan mengancam nasib peternak mandiri dalam negeri. Situasi ini menjadi ancam krusial, karena harga ayam Brazil lebih murah, sehingga harga ayam akan turun. Jika harga ayam turun, peternak merugi, dan kalau peternak merugi, peternak akan tutup.
"Peternak di Brazil sudah sangat efisien dan biaya produksinya sudah sangat murah," katanya.
Menurut Herry, harga ayam Brazil dapat murah karna negeri Samba tersebut salah satu produsen jagung di dunia. Harga jagung di Brazil paling mahal Rp2.200 sedangkan di Indonesia Rp 4.000 bahkan lebih, kalau paceklik bisa Rp 5.000.
Harga jagung berpengaruh dengan ayam karena 50 persen bahan baku untuk pakan adalah jagung. Di satu sisi kebijakan harga jagung adalah upaya pemerintah mengangkat petani jagung.
"Perlu ada upaya apa saja yang dirumuskan bersama untuk mengatasi importasi ayam Brazil," kata Herry.
Herry mengatakan hal ini tidak serta merta memudahkan negara Brazil untuk mengekspor daging ayam ke Indonesia. Namun menjadi sebuah ancaman sekaligus tantangan bagi industri perunggasan nasional untuk lebih berdaya saing.
"Tentunya menjadi tugas pemerintah dalam penguatan dan perlindungan pelaku perunggasan khususnya peternak ayam mandiri," katanya.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: