"Ya, kami tadi klarifikasi iklan PSI di Jawa Pos. Soal bagaimana prosedur iklan masuk. Tadi masih tahap awal, belum ada kesimpulan," ujar Nurwahid di Kantor Bawaslu, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, ia juga menjelaskan bahwa pihak redaksi di Jawa Pos selama ini tidak mengelola dan menampilkan iklan karena tugas tersebut menjadi tanggung jawab divisi iklan.
"Jadi, tidak tahu. Kami tahunya setelah iklan itu dimuat," tutur Nurwahid.
Baca juga: Bawaslu: larangan menyiarkan iklan kampanye sudah disosialisasikan
Menurut dia, PSI sebelumnya telah berkomitmen untuk memasang iklan di Jawa Pos selama dua hari, yakni pada Senin (23/4) dan selanjutnya pada Jumat (27/4).
Namun, ia mengemukakan, iklan kedua batal dimuat karena Jawa Pos dihubungi oleh Bawaslu Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang meminta keterangan soal munculnya iklan PSI di koran edisi Senin, 23 April 2018.
"Tanggal 27 April kami stop iklannya. Tidak kami tayangkan, meskipun sudah ada pemesanan," ungkap Nurwahid.
Dengan munculnya persoalan tersebut, ia juga berharap penyelenggara pemilihan umum ke masa depannya perlu lebih masif melakukan sosialisasi terkait aturan mengenai iklan partai politik di media massa terkait Undang Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Selama ini kan kententuan tentang UU Pemilu ini belum jelas.Mungkin dianggap semua media otomatis tahu. Padahal, yang tahu kan yang meliput, sedangkan yang tidak di lapangan, seperti desk ekonomi tidak tahu," katanya.
Iklan PSI yang dimuat Jawa Pos dianggap melanggar aturan mengenai kampanye Pemilu 2019, khususnya Pasal 276 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyatakan bahwa kampanye Pemilu 2019 akan dimulai pada 23 September 2018.
Selain itu, PSI juga diduga memuat unsur citra diri dengan memuat logo dan nomor urut partai pada iklan di Jawa Pos.
Bawaslu DKI Jakarta maupun Bawaslu RI kemudian memanggil pihak Jawa Pos maupun partai pimpinan Grace Natalie tersebut untuk dimintai keterangannya.