Langkah tepat atasi masalah data pemilih menurut peneliti
3 Mei 2018 08:49 WIB
Petugas mengisi data pada stiker bukti pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih pilkada di salah satu rumah warga di Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (20/1/2018). (ANTARA /Destyan Sujarwoko)
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti bidang politik The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono memaparkan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum supaya masalah-masalah berkenaan dengan data pemilih pada pemilihan umum sebelumnya tidak terjadi lagi.
"Pertama, KPU bersama Kementerian Dalam Negeri harus meningkatkan akurasi proses sinkronisasi daftar penduduk potensial pemilih pemilu atau DP4 dan data pemilih tetap terakhir," kata Arfianto di Jakarta, Kamis.
Akurasi DP4 dan DPT terakhir, menurut dia, penting untuk menentukan jumlah pemilih tetap, Tempat Pemungutan Suara (TPS) serta surat suara.
Langkah keduanya, menurut dia, meningkatkan koordinasi antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), media massa, dan kelompok masyarakat sipil dalam pengawasan setiap tahapan penetapan daftar pemilih.
Dan yang ketiga, ia melanjutkan, KPU bersama media massa, serta kelompok masyarakat sipil mesti terus mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk mendaftarkan diri dan melapor jika ada kesalahan pendataan pemilih.
"Langkah-langkah ini dapat diambil sebagai usaha pencegahan munculnya permasalahan daftar pemilih," ujar dia.
KPU melaksanakan Gerakan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di dalam dan luar negeri secara serentak. Panitia Pemutakhiran Data Pemilih melakukan Coklit selama satu bulan mulai 17 April hingga 17 Mei 2018.
Menurut Arfianto, Gerakan Coklit juga sangat penting untuk mengantisipasi persoalan daftar pemilih yang kerap muncul dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, baik pemilu nasional maupun dalam pilkada.
Berkaca dari Pemilu 2009 dan 2014, menurut dia, masalah daftar pemilih terjadi saat penyusunan daftar pemilih karena belum selarasnya data KPU dengan data Kementerian Dalam Negeri.
Pada pemilu 2009, menurut data Kemitraan (2011) jumlah pemilih tidak terdaftar dan "pemilih siluman" diperkirakan sekitar 31 juta. Sebutan "pemilih siluman" digunakan untuk pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang sudah lama pindah, warga negara yang belum berhak memilih, pemilih yang juga terdaftar di dua atau lebih daerah lain, dan pemilih yang kemudian bekerja sebagai anggota TNI/ Polri yang belum dihapus dari DPT.
Pada Pemilu 2014, Bawaslu mempermasalahkan data-data pemilih yang berubah drastis antara data yang masih di tingkat DPT hingga data tingkat sistem data informasi pemilih.
"Pertama, KPU bersama Kementerian Dalam Negeri harus meningkatkan akurasi proses sinkronisasi daftar penduduk potensial pemilih pemilu atau DP4 dan data pemilih tetap terakhir," kata Arfianto di Jakarta, Kamis.
Akurasi DP4 dan DPT terakhir, menurut dia, penting untuk menentukan jumlah pemilih tetap, Tempat Pemungutan Suara (TPS) serta surat suara.
Langkah keduanya, menurut dia, meningkatkan koordinasi antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), media massa, dan kelompok masyarakat sipil dalam pengawasan setiap tahapan penetapan daftar pemilih.
Dan yang ketiga, ia melanjutkan, KPU bersama media massa, serta kelompok masyarakat sipil mesti terus mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk mendaftarkan diri dan melapor jika ada kesalahan pendataan pemilih.
"Langkah-langkah ini dapat diambil sebagai usaha pencegahan munculnya permasalahan daftar pemilih," ujar dia.
KPU melaksanakan Gerakan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di dalam dan luar negeri secara serentak. Panitia Pemutakhiran Data Pemilih melakukan Coklit selama satu bulan mulai 17 April hingga 17 Mei 2018.
Menurut Arfianto, Gerakan Coklit juga sangat penting untuk mengantisipasi persoalan daftar pemilih yang kerap muncul dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, baik pemilu nasional maupun dalam pilkada.
Berkaca dari Pemilu 2009 dan 2014, menurut dia, masalah daftar pemilih terjadi saat penyusunan daftar pemilih karena belum selarasnya data KPU dengan data Kementerian Dalam Negeri.
Pada pemilu 2009, menurut data Kemitraan (2011) jumlah pemilih tidak terdaftar dan "pemilih siluman" diperkirakan sekitar 31 juta. Sebutan "pemilih siluman" digunakan untuk pemilih yang sudah meninggal, pemilih yang sudah lama pindah, warga negara yang belum berhak memilih, pemilih yang juga terdaftar di dua atau lebih daerah lain, dan pemilih yang kemudian bekerja sebagai anggota TNI/ Polri yang belum dihapus dari DPT.
Pada Pemilu 2014, Bawaslu mempermasalahkan data-data pemilih yang berubah drastis antara data yang masih di tingkat DPT hingga data tingkat sistem data informasi pemilih.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018
Tags: