Kendari (ANTARA News) - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara membangun kemitraan dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan keramba jaring apung berbasis rumpon dasar.

"Integrasi teknologi keramba jaring apung berbasis rumpon dasar berkontribusi untuk mengoptimalkan nilai produksi budi daya ikan," kata peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UHO Laode Abdul Rajab Nadia, di Kendari, Senin.

Biaya pengadaan keramba jaring apung berbasis rumpon dasar cukup signifikan atau sekitar Rp60 juta, tetapi investasi menjanjikan bagi nelayan atau investor yang serius mengembangkan usaha sektor perikanan.

Dua komponen utama integrasi teknologi budi daya ikan dimaksud, yakni keramba jaring apung sebagai media budi daya ikan, dan rumpon dasar berperan sebagai pemikat ikan atau penghimpun ikan yang berkontribusi 40 persen untuk memenuhi stok pakan ikan yang dipelihara dalam media keramba jaring apung.

"Keunggulan rumpon dasar adalah mampu meminimalkan biaya operasional pakan, sedangkan keramba jaring apung efektif untuk pemanfaatan ruang kawasan budi daya laut," ujarnya lagi.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra Askabul Kijo mengatakan keramba jaring apung berbasis rumpon dasar yang ditawarkan pakar perikanan cocok pada beberapa zona perikanan di daerah ini.

"Kabupaten Konawe Selatan yang memiliki Teluk Kolono sedang memprogramkan pengembangan keramba jaring apung berbasis rumpon dasar dan mendapat dukungan dari warga nelayan di daerah tersebut," kata Askabul.

Kendala yang diperkirakan menghambat partisipasi nelayan untuk pengembangan keramba jaring apung berbasis rumpon dasar adalah pembiayaan yang cukup fantastis sekitar Rp60,6 juta per unit keramba jaring apung.

Namun, kendala tersebut dapat diatasi kalau mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan perusahaan daerah Konawe Selatan yang antusias membantu nelayan dengan konsep kemitraan.