Perajin asal Garut ciptakan pipa lampu hias
29 April 2018 15:03 WIB
Dokumentasi Seorang pria melintasi sejumlah lampu hias terbuat dari kulit kerang dari Jepara dalam pameran International Fisheries Expo 2009 di JCC, Jakarta, Jumat (9/10/2009). Pameran yang berlangsung hingga Minggu (11/10) tersebut memamerkan berbagai potensi dan produk kelautan di Indonesia. FOTO ANTARA/Rosa Panggabean/09.
Bandung (ANTARA News) - Perajin asal Kabupaten Garut, Jawa Barat, memanfaatkan pipa paralon menjadi kerajinan hiasan lampu yang menarik dan bernilai ekonomis sehingga banyak yang meminatinya dari berbagai daerah.
"Pertamanya dari hobi saya bikin sangkar, kemudian saya coba-coba bikin dari pipa, ternyata lumayan juga bagus buat dibikin hiasan lampu," kata perajin hiasan lampu pipa, Asep Ridwan di Kampung Bojongsalam, Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Minggu.
Ia menuturkan, pengerjaan kerajinan pipa hiasan lampu itu dibantu oleh sejumlah saudaranya dari mulai awal pemotongan pipa, mengukir sesuai gambar yang diminta pemesan, pengecatan, hingga proses akhir.
Kerajinan pipa hiasan lampu itu, kata dia, dibentuk berbagai ukiran karakter seperti karakter film kartun, tim sepak bola, atau karakter ukiran yang sesuai dengan keinginan pemesan.
"Jadi banyak bentuk ukirannya, mau apa saja bisa, kebanyakan sekarang memesan karakter film kartun anak-anak, dan tim sepak bola," katanya.
Ia menyampaikan, pipa hiasan lampu itu kemudian dipromosikan melalui media sosial, bahkan dimasukan pada sejumlah situs jual beli daring dan ternyata mendapatkan respon yang bagus dengan banyaknya pemesan dari berbagai daerah Jawa bahkan dari Jambi.
Kerajinan pipa lampu hias itu, kata dia, dihargai sesuai dengan tingkat kesulitan ukiran, selama ini yang sudah dijual paling murah Rp150 ribu sampai Rp350 ribu per satunya.
"Saya hargai kerajinan ini mulai dari Rp150 ribu sampai Rp350 ribu, tergantung kerumitan dalam pembuatannya," kata Asep.
Ia menambahkan, satu kerajinan lampu hias itu biasa dikerjakan paling cepat dua hari, ada juga yang sampai lima hari seperti pembuatan karakter barong karena membutuhkan waktu pengukiran yang cukup lama.
"Kalau karakter Hello Kitty dan Doraemon itu bisa dua harian, tapi kalau ukiran seperti barong pengerjaan bisa sampai lima hari, untuk sebulannya bisa mengerjakan sampai 30 buah," katanya.
"Pertamanya dari hobi saya bikin sangkar, kemudian saya coba-coba bikin dari pipa, ternyata lumayan juga bagus buat dibikin hiasan lampu," kata perajin hiasan lampu pipa, Asep Ridwan di Kampung Bojongsalam, Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Minggu.
Ia menuturkan, pengerjaan kerajinan pipa hiasan lampu itu dibantu oleh sejumlah saudaranya dari mulai awal pemotongan pipa, mengukir sesuai gambar yang diminta pemesan, pengecatan, hingga proses akhir.
Kerajinan pipa hiasan lampu itu, kata dia, dibentuk berbagai ukiran karakter seperti karakter film kartun, tim sepak bola, atau karakter ukiran yang sesuai dengan keinginan pemesan.
"Jadi banyak bentuk ukirannya, mau apa saja bisa, kebanyakan sekarang memesan karakter film kartun anak-anak, dan tim sepak bola," katanya.
Ia menyampaikan, pipa hiasan lampu itu kemudian dipromosikan melalui media sosial, bahkan dimasukan pada sejumlah situs jual beli daring dan ternyata mendapatkan respon yang bagus dengan banyaknya pemesan dari berbagai daerah Jawa bahkan dari Jambi.
Kerajinan pipa lampu hias itu, kata dia, dihargai sesuai dengan tingkat kesulitan ukiran, selama ini yang sudah dijual paling murah Rp150 ribu sampai Rp350 ribu per satunya.
"Saya hargai kerajinan ini mulai dari Rp150 ribu sampai Rp350 ribu, tergantung kerumitan dalam pembuatannya," kata Asep.
Ia menambahkan, satu kerajinan lampu hias itu biasa dikerjakan paling cepat dua hari, ada juga yang sampai lima hari seperti pembuatan karakter barong karena membutuhkan waktu pengukiran yang cukup lama.
"Kalau karakter Hello Kitty dan Doraemon itu bisa dua harian, tapi kalau ukiran seperti barong pengerjaan bisa sampai lima hari, untuk sebulannya bisa mengerjakan sampai 30 buah," katanya.
Pewarta: Feri Purnama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: