Mataram, NTB (ANTARA News) - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, mengajak seluruh elemen masyarakat berhenti memandang penyandang disabilitas sebagai objek belas kasihan; karena mereka juga manusia yang punya hak-hak, harus dihormati, dan dilindungi.

"Selama ini cara pandang dan pendekatan masyarakat termasuk pemerintah bahwa penyandang disabilitas cenderung dengan pendekatan bantuan atas dasar belas kasihan," kata Moeldoko, di Mataram, Kamis.

Ajakan berhenti memandang penyandang disabilitas sebagai warga kelas dua atau kelas tiga disampaikan mantan panglima TNI itu pada diskusi publik pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Ia menyebutkan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 28 juta orang atau sebesar 12,15 persen dari total penduduk. Mereka terdiri atas perempuan 15 juta orang dan laki-laki 13 juta jiwa.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo, kata Moeldoko, saat ini berusaha untuk mengubah cara pandang dalam melihat isu penyandang disabilitas dari sisi pemenuhan hak asasinya melalui penyusunan peratutan pemerintah sebagai turunan dari UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Undang-undang tersebut sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang dikeluarkan PBB.

"Dua instrumen itu sebagai payung hukum yang sekaligus mandat bagi Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi dan memenuhi serta memajukan hak-hak penyandang disabilitas," ujarnya.

Pemerintah saat ini, lanjut Moeldoko, terus berusaha membangun kesadaran kritis bahwa penyandang disabilitas adalah suatu keragaman manusia yang merupakan keniscayaan yang tidak bisa disembunyikan atau dihindari keberadaannya.

Menurutnya, hak-hak penyandang disabilitas harus dihormati, dilindungi, dipenuhi, dan dimajukan bukan hanya oleh negara, melainkan seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah harus memberikan dukungan penuh.

"Dengan begitu rekan-rekan, sahabat, dan keluarga kita yang menjadi penyandang disabilitas betul-betul terpenuhi hak-haknya sehingga bisa hidup di tengah lingkungan masyarakat dalam keadaan nyaman, aman, dan terlindungi, bahkan semua kebutuhannya terlindungi dengan baik," ucapnya pula.

Ia menegaskan, diskusi publik yang digelar bertujuan untuk membangun kesadaran bersama sebagai warga negara.

Bahkan, semua harus bersama-sama sebagai warga bangsa Indonesia untuk bangkit bersemangat memberikan pengalaman dan pemikiran atas ide-ide atau gagasan besar agar hak-hak penyandang disabilitas yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang bisa menjadi kenyataan.

Diskusi publik ini, kata Moeldoko, bukan sekedar forum bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai kebijakan pemerintah dalam bidang disabilitas, namun sebagai sarana mendengar aspirasi dari berbagai kalangan.

"Melalui diskusi ini, saya mengajak semuanya, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi sosial, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi, berkolaborasi mewujudkan Indonesia yang inklusif, Indonesia yang merangkul dan Indonesia tanpa diskiriminasi," katanya.