Jakarta (ANTARA News) - Jakarta adalah kota kosmopolitan, wilayah yang warganya meliputi berbagai etnik dan suku bangsa, sehingga penduduk asli, yaitu orang Betawi, secara historis dan tradisi sudah terbiasa dan mudah menerima pendatang. Mona Lohanda, ahli sejarah dan arsipatoris tentang Batavia atau Jakarta pada masa silam, mengemukakan bahwa dalam perjalanan sejarahnya kota Batavia dan kemudian menjadi Jakarta sejak awal sudah dihuni oleh beragam etnis, suku bangsa. Pada awal berdiri, segala bangsa bermukim di Batavia, ada orang Moor yaitu India yang beragama Islam, ada Jepang, China, Eropa yaitu Belanda, Perancis, Polandia, sehingga sudah menjadi tradisi bahwa orang Betawi menerima dan bergaul dengan aneka bangsa, kata Mona dalam diskusi buku dan pentas Budaya Betwi di Jakarta, Selasa. "Orang Betawi seharusnya bangga, karena sudah menjadi kosmopolitan sudah sejak dulu. Saya tidak bisa terima jika orang Betawi disebut `kampungan`, karena kenyataannya tidak," ujar Mona mengawali diskusi buku Profil Etnik Jakarta karya Lance Castles dan "Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia" karya Mona Lohanda sendiri. Tradisi berbaur dengan masyarakat yang beraneka bangsa itu melahirkan sikap hidup orang Betawi yang selalu mudah bergaul, tegas Mona. Pendapat Mona ditegaskan oleh Bondan Kanumoyoso, dosen UI yang juga kini menjadi kandidat doktor sejarah pada Leiden Univrsity. Bondan mengemukakan, pada masa pemerintahan koloonial Belanda di dalam kota Batavia yang luasnya 2 X 3 Km, bermukim sekitar 22 ribu jiwa warga kota yang mempunyai kebangsaan berbeda. Namun di luar tembok kota terdapat komunitas yang lebih besar, jumlahnya lebih dari 100 ribu jiwa dan kebanyakan adalah kaum pribumi dari berbagai etnis yaitu Jawa, Sunda, Sumatra dan suku-suku lain yang datang ke kota untuk mencari pekerjaan. Situasi masa lalu itu menurutnya juga tidak berbeda dengan kondisi Jakarta masa kini, karena daya tarik kota sebagai tempat untuk mencari nafkah. Ahli sejarah Jakarta JJ Rizal yang hadir sebagai pembicara mengaitkan situasi tersebut dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang akan berlangsung beberapa waktu lagi. Menurut dia, mengingat sejarah tumbuhnya etnis Betawi itu, tentunya tidak menjadi soal bagi orang Betawi, siapapun atau etnis apapun yang kelak menjadi gubernur asal mampu memimpin. Orang Btawi juga tidak perlu pusing atau marah menanggapi pendpat penulis Lance Castles yang menyatakan bahwa orang Betawi adalah keturunan budak, tegasnya. "Yang seharusnya malu bukan para keturunan budak itu, melainkan keturunan dari mereka yang memperbudak," kata Rizal. (*)