AP: sertifikat warga penolak Bandara NYIA tidak berlaku
Dokumentasi Operator alat berat menyiapkan lahan untuk proyek New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo, DI Yogyakarta, Jumat (2/2/2018). PT Angkasa Pura I (Persero) menyatakan, pembangunan Bandara NYIA mendesak untuk dilakukan dikarenakan pengoperasian Bandara Adisutjipto yang ada di Yogyakarta sudah melebihi kapasitas. Tercatat Bandara Adisutjipto saat ini hanya memiliki kapasitas penumpang kurang lebih 1,8 juta penumpang, sementara jumlah penumpang yang dilayani mencapai 7,8 juta penumpang per tahun. (ANTARA /Andreas Fitri Atmoko)
Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I Sujiastono di Kulon Progo, Minggu, mengatakan meskipun sertifikat warga ada cap garuda, tetapi dengan sudah ditetapkannya penitipan ganti kerugian melalui pengadilan maka sertifikat warga tidak berlaku dan beralih menjadi milik negara dalam hal ini pemrakarsa pembangunan bandara, yakni PT Angkasa Pura I.
"Kalau tidak percaya silakan warga bertanya kepada pengadilan atau BPN atau pemerintah daerah," kata Sujiastono.
Menurut dia, warga yang masih bertahan sebaiknya segera memproses pengambilan uang di Pengadilan Negeri (Wates) agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan warga.
"Yang bisa dilakukan warga saat ini adalah segera memproses pengambilan uang di pengadilan agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan warga karena uang yang dititipkan di pengadilan tidak berbunga, maka semakin lama tidak diambil akan semakin rugi," katanya.
Sujiastono meminta warga yang masih bertahan segera mengosongkan rumah dan lahan karena, PT AP I siap membantu proses pemindahan.
"Kami minta warga segera mengeluarkan barang barangnya yg dapat dimanfaatkan keluar dari lokasi IPL bandara ke rumah susun ataupun rumah saudara atau rumahnya sendiri di luar IPL bandara, karena AP I sedang membangun untuk target operasi 2019," katanya.
Menurut dia, warga yang masih bertahan di kawasan IPL, kalau memungkinkan dapat mendaftarkan magersari ke pada Pemda Kulon Progo dengan mengikuti persyaratan yang ada.
"Tidak ada hak mutlak warga negara untuk memiliki tanah, apabila negara membutuhkan maka hak warga bisa beralih menjadi hak negara," katanya.
Sementara, warga penolak bandara Sofyan mengatakan lahan yang saat ini dimiliki dan ditempati warga adalah barang halal yang wajib dijaga dan dipertahankan. Mereka akan tetap berusaha mempertahankannya dan tidak pernah berkeinginan menyerahkan tanah tersebut kepada siapapun, termasuk untuk kepentingan pembangunan bandara.
Warga disebutnya sama sekali tak tahu menahu terkait konsinyasi ganti rugi pembebasan lahan.
"Kami tidak mau tahu dengan segala proses pembangunan bandara berikut iming-iming nominal ganti rugi miliaran rupiah yang bisa didapatkan warga," katanya.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018