Jakarta (Antara News) -- Industri reasuransi nasional menyambut baik upaya Otoritas Jasa Keuangan untuk mengatur penyesuaian besaran tarif komisi survei risiko yang ditarik oleh broker atau biasa disebut sebagai engineering fee.

"Tentunya kami sangat mengapresiasi langkah dari OJK untuk mengatur engineering fee. Kami minta ketegasan OJK agar hal ini tidak terus bergulir ke depannya," ujar Direktur Utama Indonesia Re Frans Y. Sahusilawane di acara BPPDAN Gathering di Jakarta, Rabu (18/4).



Secara garis besar, engineering fee merupakan biaya survei risiko asuransi umum untuk memperoleh potensi bisnis. Kegiatan survei ini dilakukan oleh pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah broker atau perantara.



Sebagaimana tertuang dalam SEOJK No. 21/SEOJK 05/2015 yang mengatur tarif dan diskon, pihak broker awalnya menetapkan engineering fee sebesar 2,5 - 5 persen dari nilai premi.



"Namun, entah mengapa, seiring waktu berjalan, engineering fee tersebut berkembang tak terkendali hingga pada tarif yang tidak masuk akal," lanjutnya.
Ditemui di kesempatan yang sama, ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna juga berharap agar permasalahan engineering fee tidak terus menjadi polemik berkepanjangan, sehingga menghambat pertumbuhan asuransi umum nasional.



"Ini (engineering fee) masih terus dibahas di industri. Semoga ke depannya, besaran engineering fee akan tetap, tidak fluktuatif," tutur pria yang juga merupakan direktur umum Asuransi Binagriya Upakara ini.



Menurut laporan dari OJK per Februari 2018, meski premi asuransi umum mengalami pertumbuhan sebesar 18,8 persen YoY atau Rp. 9,67 triliun, beban komisi juga melonjak 18,7 persen atau sebesar Rp. 1,5 triliun.