Ciudad Juarez (ANTARA News) - Magda Rubio baru saja menyatakan diri maju untuk menjadi wali kota di daerah kecil Meksiko utara saat suara menakutkan muncul dari telepon genggamnya.

"Mundur atau mati," kata penelpon gelap itu. Rubio sudah empat kali menerima ancaman pembunuhan sejak Januari.

Hingga kini, dia masih bertahan dalam pemilihan wali kota Guachochi, di negara bagian Chihuahua, jalur kunci perdagangan narkotika. Rubio kini mendapat penjagaan dari dua orang sewaan.

"Pada pukul dua dinihari, saya mulai merasa takut dan khawatir akan terjadi hal buruk," kata dia, seperti dilaporkan Reuters.

Pembunuhan bermotif politik di Meksiko tengah merebak di Meksiko menjelang pemilu nasional pada 1 Juli mendatang. Saat itu para pemilih akan memutuskan siapa presiden baru.

Sedikit-dikitnya, 82 calon dan pejabat negara tewas sejak musim pemilu dimulai pada September tahun lalu, sehingga menjadi pemilu presiden paling berdarah dalam sejarah, demikian perhitungan dari konsultan keamanan Elellekt.

Hanya dalam sepekan lalu, empat orang politisi sudah tewas. Salah satu korbannya adalah Juan Carlos Andrade Magana, seorang calon petahana wali kota Jilotlan de los Dolores, negara bagian Jalisco. Mayatnya yang penuh dengan lubang peluru ditemukan pada Minggu pagi di dalam kendaraannya di pinggiran kota.

Korban berasal dari berbagai latar belakang partai politik, baik besar maupun kecil. Kebanyakan dari mereka mencalonkan diri sebagai pejabat lokal yang jauh dari hiruk pikuk pemberitaan nasional. Mereka menjadi korban penembakan dan sebagian besar kasusnya tidak bisa diungkap, sementara motif pembunuhan tidak jelas.

Beberapa pakar keamanan menduga keterlibatan geng narkoba dalam pembunuhan-pembunuhan itu. Kartel-kartel yang tengah berperang di Meksiko nampak bersaing memperebutkan pengaruh di berbagai kota, kata Vicente Sanchez, seorang profesor administrasi publik.

Sanchez mengatakan bahwa para gembong narkoba ingin agar perlemen daerah diisi orang-orang yang "bersahabat" dengan menakuti politisi saingan yang dipandang mengancam bisnis narkoba.

"Kelompok kriminal ini ingin memastikan bahwa dalam pemerintahan selanjutnya, mereka bisa mempertahankan jaringan kekuasaannya. Itu sebabnya mereka kini meningkatkan intensitas serangan," kata Sanchez.

Pemerintah pusat dan daerah sendiri mencoba melindungi para kandidat dengan menempatkan sejumlah ajudan, dan dalam beberapa kasus, kendaraan anti peluru. Namun kebijakan itu dinilai tidak efektif karena angka kematian terus menanjak.

Benih peristiwa ini telah ditanam lebih dari satu dekade yang lalu saat pemerintah Meksiko menggelar operasi militer untuk membubarkan beberapa kartel terkuat di sana.

Strategi itu sukses menghancurkan beberapa kartel, dan pemerintah berhasil menangkap gembong utama seperti Joaquin "El Chapo" Guzman dari Kartel Sinaloa, yang kini mendekam di penjara New York, Amerika Serikat.

Namun, pembubaran kartel besar itu memunculkan puluhan sindikat-sindikat kecil baru yang saling bersaing satu sama lain.

Seorang anggota geng dari negara bagian Jalisco, kepada Reuters menjelaskan bagaimana kartelnya memastikan para pejabat lokal tidak mengganggu mereka.

"Jika mereka masih mengganggu, maka akan ada peluru," kata dia.

Lonjakan angka pembunuhan politik membuat partai yang kini berkuasa, Partai Revolusioner Institusional (PRI), terancam gagal mendapatkan suara banyak. Sementara itu Presiden Enrique Pena Nieto, yang tidak bisa mencalonkan diri kembali, tidak banyak berkomentar mengenai persoalan itu.

PRI diperkirakan akan mendapat suara sedikit pada pemilu Juli. Kandidat presiden dari partai itu, Jose Antonio Maede, jauh tertinggal dari pesaingnya dalam berbagai versi jajak pendapat.

Persoalan keamanan adalah salah satu prioritas utama di kalangan pemilih. Di negara itu tercatat ada hampir 29.000 kasus pembunuhan sepanjang tahun lalu, yang sebagian besar terkait dengan organisasi kriminal dan perang narkoba.

Beberapa calon politik, yang dihubungi Reuters, menolak memberi tanggapan karena takut akan ancaman kematian.

(Uu.G005)