Pejabat PBB prihatin mengenai impor makanan ke Yaman
18 April 2018 11:31 WIB
Seorang ibu menggendong anaknya yang menderita gizi buruk di sebuah pusat pemberian makanan di rumah sakit al-Sabyeen, Sanaa, Jumat (20/7). Satu juta anak-anak Yaman menderita gizi buruk akut dalam beberapa bulan sementara keluarga berjuang untuk membeli makanan di salah satu negeri Arab termiskin di dunia, menurut Program Pangan Dunia PBB. Kekacauan politik memaksa Yaman berada dalam krisis kemanusiaan dan lembaga bantuan memperkirakana setengah dari 24 juta penduduknya mengalami gizi buruk. (REUTERS/Bill Ingalls/NASA/Hand)
PBB, New York (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan Mark Lowcock pada Selasa (17/4) menyampaikan keprihatinan mengenai impor barang komersial, terutama makanan yang tidak layak dikonsumsi ke Yaman.
"Kami tetap sangat prihatin mengenai impor barang komersial melalui semua pelabuhan Yaman, yang paling utama (Pelabuhan Laut Merah) Hudaydah dan Saleef," kata Lowcock kepada Dewan Keamanan PBB.
Sebelum perang, Yaman mengandalkan impor untuk memenuhi 90 persen makanan pokok dan hampir semua keperluan bahan bakar serta obatnya, kata Lowcock, sebagaimana dilaporkan Xinhua di Jakarta, Rabu siang.
"Kekurangan dan penundaan barang komersial di pelabuhan telah mengakibatkan peningkatan tajam harga makanan dan keperluan rumah tangga. Semua pelabuhan adalah urat nadi kehidupan Yaman."
Kenaikan harga, terutama makanan, memaksa ratusan ribu keluarga miskin beralih ke bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka, katanya.
PBB mendorong semua pihak terkait untuk mempercepat normalisasi pengiriman barang komersial ke Pelabuhan Hudaydah dan Saleef, serta ke pelabuhan lain di Yaman, katanya.
"Kami khawatir perusahaan pelayaran enggan memasuki perairan Yaman."
Alasanya berkaitan dengan masalah mata uang asing dan sektor perbankan serta pelabuhan tersebut, tapi hasilnya makanan yang tidak memadai diimpor, ia menjelaskan.
Lowcock juga menyampaikan keprihatinan mengenai fakta bahwa Bandar Udara Sana`a tetap ditutup buat lalu-lintas komersial. Penutupan banda udara itu menghalangi ribuan pasien yang sakit parah melakukan perjalanan ke luar negeri untuk memperoleh pengobatan yang tak tersedia di Yaman, katanya. Kegiatan militer yang dilakukan di lingkungan bandar udara selama satu bulan belakangan juga telah mempengaruhi penerbangan kemanusiaan.
Rintangan birokrasi yang diberlakukan oleh pengambil keputusan di Sana`a mempengaruhi operasi bantuan, kataya.
Staf kemanusiaan terus menghadapi penundaan perolehan visa dan persetujuan proyek, pembatasan impor dan pemeriksaan bea-cukai, dan penundaan lama serta penggeledahan di pos pemeriksaan, katanya.
Meskipun pekerja kemanusiaan PBB memiliki sebagian akses ke semua 333 kabupaten di Yaman, pembatasan dan ketidak-amanan berarti sebanyak 1,2 juta orang yang memerlukan bantuan tinggal di daerah yang tak bisa dijangkau oleh organisasi kemanusiaan, katanya.
Mengenai tantangan lain, upaya tanggap bencana memerlukan akses yang aman, tanpa hambatan dan tanpa halangan ke seluruh dan ke dalam Yaman buat staf kemanusiaan serta pasokan kemanusiaan, katanya.
"Semua hambatan yang menghalangi bantuan kemanusiaan mencapai rakyat harus dihentikan," katanya.
Baca juga: PBB: 40.000 pengungsi Yaman terlantar tanpa bantuan di Aden
Gaji pegawai pemerintah Yaman, yang sibuk menanggapi krisis tersebut, perlu diberikan, kata Lowcock. Ia menyatakan sebagian besar pekerja kesehatan dan kebersihan masih belum menerima gaji mereka selama lebih dari satu-setengah tahun.
Yaman, yang telah dirongrong perang sejak 2015, masih menjadi krisis kemanusiaan paling buruk di dunia, katanya. Tiga-perempat warga, atau lebih dari 22 juta orang, sangat memerlukan bantuan kemanusiaan, termasuk 8,4 juta orang yang berjuang memperoleh nafkah mereka, kata Lowcock.
Tahun lalu, PBB menambah cakupan bantuan makanan dari tiga juta orang per bulan pada Januari jadi lebih dari tujuh juta orang per bulan pada Desember. Untuk 2018, Program Pangan Dunia memiliki rencana untuk menjangkau 10 juta orang per bulan, kata Lowcock.
Baca juga: WFP: makanan jadi "senjata perang" di Yaman
"Kami tetap sangat prihatin mengenai impor barang komersial melalui semua pelabuhan Yaman, yang paling utama (Pelabuhan Laut Merah) Hudaydah dan Saleef," kata Lowcock kepada Dewan Keamanan PBB.
Sebelum perang, Yaman mengandalkan impor untuk memenuhi 90 persen makanan pokok dan hampir semua keperluan bahan bakar serta obatnya, kata Lowcock, sebagaimana dilaporkan Xinhua di Jakarta, Rabu siang.
"Kekurangan dan penundaan barang komersial di pelabuhan telah mengakibatkan peningkatan tajam harga makanan dan keperluan rumah tangga. Semua pelabuhan adalah urat nadi kehidupan Yaman."
Kenaikan harga, terutama makanan, memaksa ratusan ribu keluarga miskin beralih ke bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka, katanya.
PBB mendorong semua pihak terkait untuk mempercepat normalisasi pengiriman barang komersial ke Pelabuhan Hudaydah dan Saleef, serta ke pelabuhan lain di Yaman, katanya.
"Kami khawatir perusahaan pelayaran enggan memasuki perairan Yaman."
Alasanya berkaitan dengan masalah mata uang asing dan sektor perbankan serta pelabuhan tersebut, tapi hasilnya makanan yang tidak memadai diimpor, ia menjelaskan.
Lowcock juga menyampaikan keprihatinan mengenai fakta bahwa Bandar Udara Sana`a tetap ditutup buat lalu-lintas komersial. Penutupan banda udara itu menghalangi ribuan pasien yang sakit parah melakukan perjalanan ke luar negeri untuk memperoleh pengobatan yang tak tersedia di Yaman, katanya. Kegiatan militer yang dilakukan di lingkungan bandar udara selama satu bulan belakangan juga telah mempengaruhi penerbangan kemanusiaan.
Rintangan birokrasi yang diberlakukan oleh pengambil keputusan di Sana`a mempengaruhi operasi bantuan, kataya.
Staf kemanusiaan terus menghadapi penundaan perolehan visa dan persetujuan proyek, pembatasan impor dan pemeriksaan bea-cukai, dan penundaan lama serta penggeledahan di pos pemeriksaan, katanya.
Meskipun pekerja kemanusiaan PBB memiliki sebagian akses ke semua 333 kabupaten di Yaman, pembatasan dan ketidak-amanan berarti sebanyak 1,2 juta orang yang memerlukan bantuan tinggal di daerah yang tak bisa dijangkau oleh organisasi kemanusiaan, katanya.
Mengenai tantangan lain, upaya tanggap bencana memerlukan akses yang aman, tanpa hambatan dan tanpa halangan ke seluruh dan ke dalam Yaman buat staf kemanusiaan serta pasokan kemanusiaan, katanya.
"Semua hambatan yang menghalangi bantuan kemanusiaan mencapai rakyat harus dihentikan," katanya.
Baca juga: PBB: 40.000 pengungsi Yaman terlantar tanpa bantuan di Aden
Gaji pegawai pemerintah Yaman, yang sibuk menanggapi krisis tersebut, perlu diberikan, kata Lowcock. Ia menyatakan sebagian besar pekerja kesehatan dan kebersihan masih belum menerima gaji mereka selama lebih dari satu-setengah tahun.
Yaman, yang telah dirongrong perang sejak 2015, masih menjadi krisis kemanusiaan paling buruk di dunia, katanya. Tiga-perempat warga, atau lebih dari 22 juta orang, sangat memerlukan bantuan kemanusiaan, termasuk 8,4 juta orang yang berjuang memperoleh nafkah mereka, kata Lowcock.
Tahun lalu, PBB menambah cakupan bantuan makanan dari tiga juta orang per bulan pada Januari jadi lebih dari tujuh juta orang per bulan pada Desember. Untuk 2018, Program Pangan Dunia memiliki rencana untuk menjangkau 10 juta orang per bulan, kata Lowcock.
Baca juga: WFP: makanan jadi "senjata perang" di Yaman
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: