Jakarta (ANTARA News) - Dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor, mengajukan uji materi terhadap delapan pasal dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 atau UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain dua anggota KPU tersebut, beberapa anggota Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu, anggota ormas, dan seorang dosen, juga turut menggugat ketentuan yang sama.

"Para pemohon meyakini mempunyai kepentingan atau kerugian konstitusional dengan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dalam perkara ini," ujar kuasa hukum pemohon, Heru Widodo di Gedung MK Jakarta, Selasa.

Dalam permohonannya, para Pemohon mempersoalkan sebanyak sebelas pasal yang tercantum dalam UU Pemilu. Pasal-pasal a quo, yakni Pasal 10 ayat (1) huruf c; Pasal 21 ayat (1) huruf k; Pasal 44; Pasal 52 ayat (1); Pasal 117 ayat (1) huruf b, huruf m, dan huruf o; Pasal 286 ayat (2); Pasal 468 ayat (2); dan Pasal 557 ayat (1) huruf b UU Pemilu.

Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 31 ini mempersoalkan tentang berbagai syarat dan ketentuan dalam penyelanggaraan pemilu, seperti syarat keanggotaan KPU yang belum mempertimbangkan faktor geografis terutama bagian tengah dan timur indonesia pada Pasal 10 ayat (1) huruf c.

Para pemohon juga mempersoalkan persyaratan menjadi anggota KPU yang diharuskan untuk mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi masyarakat yang diatur pada pasal 21 ayat (1) huruf k.

Selain itu Pasal 44 ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b tentang mekanisme pengambilan keputusan, Pasal 52 ayat (1) tentang panitia pemilihan, Pasal 117 ayat (1) huruf b, m, dan o terkait syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu.

Kemudian pemohon perkara 31 juga mempermasalahkan Pasal 286 ayat (2) dimana Bawaslu hanya dapat mengeluarkan ?rekomendasi? untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelanggaran terkait politik uang.

Selain mempersoalkan persyaratan dan ketentuan, para pemohon juga meminta mahkamah untuk memberikan tafsir pada frasa ?hari? di dalam Pasal 468 ayat (2) yang mengatur lama hari dalam bawaslu menyelesaikan proses sengketa pemilu.

Terakhir pemohon meminta tafsir Mahkamah untuk Pasal 557 ayat (1) huruf b yang mengesankan adanya perbedaan kedudukan antara pengawas pemilu di Aceh dengan daerah lain.

Para pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Wapres: Undang-undang Pemilu akan berlaku otomatis