Menkeu: realisasi penerimaan pajak tunjukkan perbaikan kinerja ekonomi
16 April 2018 16:49 WIB
Menteri Kuangan Sri Mulyani memberikan keterangan kepada wartawan terkait realisasi APBN triwulan pertama 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (16/4/2018). (ANTARA /Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan perpajakan pada triwulan I-2018 yang mencapai Rp262,4 triliun atau 16,2 persen dari target APBN Rp1.618,1 triliun telah menunjukkan adanya perbaikan kinerja ekonomi.
"Penerimaan perpajakan menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Ini menunjukkan denyut ekonomi kita mulai menunjukkan adanya kenaikan," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi APBN triwulan I-2018 di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani mengatakan realisasi perpajakan itu tumbuh 16,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya tanpa mempertimbangkan penerimaan dari kebijakan amnesti pajak.
Untuk realisasi penerimaan pajak, Sri Mulyani mengatakan pendapatan pajak tersebut sudah mencapai Rp244,5 triliun (tumbuh sebesar 9,9 persen) atau 17 persen dari target Rp1.424 triliun.
Penerimaan pajak terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp144,3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp98,7 triliun serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp1,6 triliun.
Hampir seluruh jenis pajak utama tumbuh dua digit antara lain PPh Pasal 21 dengan realisasi Rp30,39 triliun atau tumbuh 15,73 persen dan PPh 22 impor dengan realisasi Rp13,09 triliun atau tumbuh 25,09 persen.
"PPh pasal 21, yang merupakan pajak yang dipotong oleh pemberi kerja, pada triwulan I 2018 tumbuh tinggi sejak 2013," jelas Sri Mulyani.
Kemudian, PPh Orang Pribadi dengan realisasi Rp5,35 triliun atau tumbuh 17,61 persen, PPh Badan dengan realisasi Rp34,85 triliun atau tumbuh 28,42 persen, PPh Pasal 26 dengan realisasi Rp9,85 triliun atau tumbuh 24,13 persen.
"PPh Orang Pribadi tumbuh positif sebagai kelanjutan dampak positif pasca-kebijakan amnesti pajak, karena banyak yang melaporkan tambahan penghasilan yang signifikan dibandingkan SPT Tahunan sebelum amnesti pajak," ujar Sri Mulyani.
Selain itu, PPh Final dengan realisasi Rp26,37 triliun atau tumbuh 13,49 persen, PPN Dalam Negeri dengan realisasi Rp55,33 triliun atau tumbuh 13,06 persen dan PPN Impor dengan realisasi Rp40,71 triliun atau 21,56 persen.
Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp17,89 persen (tumbuh sebesar 15,8 persen) atau 9,2 persen dari target sebesar Rp194 triliun.
Realisasi penerimaan tersebut terdiri dari bea masuk sebesar Rp8,41 triliun, cukai sebesar Rp8,05 triliun dan bea keluar Rp1,43 triliun.
Realisasi bea masuk yang tumbuh 9,55 persen pada triwulan I-2018 didukung oleh tumbuhnya devisa impor hingga 13,27 persen, peningkatan impor bahan baku atau barang penolong dan barang modal dan extra effort dari penertiban impor berisiko tinggi hingga 14,41 persen.
"Tumbuhnya realisasi bea masuk ini mengindikasikan masih bergairahnya kegiatan ekonomi produktif dalam negeri. Ini yang kita mencoba terus dijaga," kata Sri Mulyani.
Sedangkan, realisasi cukai tumbuh 16,2 persen yang didukung oleh efek kenaikan tarif cukai hasil tembakau hingga 11,68 persen serta pelunasan maju pembelian pita cukai secara kredit.
Realisasi bea keluar ikut tumbuh 70,38 persen karena didukung oleh tumbuhnya ekspor minerba seperti konsentrat tembaga serta nikel dan bauksit hingga 261,32 persen serta penerimaan dari perusahaan Freeport sebesar Rp308,75 miliar.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani juga menyampaikan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah mencapai Rp71,1 triliun (tumbuh 22,1 persen) atau sekitar 25,8 persen dari target Rp275,4 triliun.
"Penerimaan perpajakan menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Ini menunjukkan denyut ekonomi kita mulai menunjukkan adanya kenaikan," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi APBN triwulan I-2018 di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani mengatakan realisasi perpajakan itu tumbuh 16,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya tanpa mempertimbangkan penerimaan dari kebijakan amnesti pajak.
Untuk realisasi penerimaan pajak, Sri Mulyani mengatakan pendapatan pajak tersebut sudah mencapai Rp244,5 triliun (tumbuh sebesar 9,9 persen) atau 17 persen dari target Rp1.424 triliun.
Penerimaan pajak terdiri atas penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp144,3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp98,7 triliun serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp1,6 triliun.
Hampir seluruh jenis pajak utama tumbuh dua digit antara lain PPh Pasal 21 dengan realisasi Rp30,39 triliun atau tumbuh 15,73 persen dan PPh 22 impor dengan realisasi Rp13,09 triliun atau tumbuh 25,09 persen.
"PPh pasal 21, yang merupakan pajak yang dipotong oleh pemberi kerja, pada triwulan I 2018 tumbuh tinggi sejak 2013," jelas Sri Mulyani.
Kemudian, PPh Orang Pribadi dengan realisasi Rp5,35 triliun atau tumbuh 17,61 persen, PPh Badan dengan realisasi Rp34,85 triliun atau tumbuh 28,42 persen, PPh Pasal 26 dengan realisasi Rp9,85 triliun atau tumbuh 24,13 persen.
"PPh Orang Pribadi tumbuh positif sebagai kelanjutan dampak positif pasca-kebijakan amnesti pajak, karena banyak yang melaporkan tambahan penghasilan yang signifikan dibandingkan SPT Tahunan sebelum amnesti pajak," ujar Sri Mulyani.
Selain itu, PPh Final dengan realisasi Rp26,37 triliun atau tumbuh 13,49 persen, PPN Dalam Negeri dengan realisasi Rp55,33 triliun atau tumbuh 13,06 persen dan PPN Impor dengan realisasi Rp40,71 triliun atau 21,56 persen.
Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp17,89 persen (tumbuh sebesar 15,8 persen) atau 9,2 persen dari target sebesar Rp194 triliun.
Realisasi penerimaan tersebut terdiri dari bea masuk sebesar Rp8,41 triliun, cukai sebesar Rp8,05 triliun dan bea keluar Rp1,43 triliun.
Realisasi bea masuk yang tumbuh 9,55 persen pada triwulan I-2018 didukung oleh tumbuhnya devisa impor hingga 13,27 persen, peningkatan impor bahan baku atau barang penolong dan barang modal dan extra effort dari penertiban impor berisiko tinggi hingga 14,41 persen.
"Tumbuhnya realisasi bea masuk ini mengindikasikan masih bergairahnya kegiatan ekonomi produktif dalam negeri. Ini yang kita mencoba terus dijaga," kata Sri Mulyani.
Sedangkan, realisasi cukai tumbuh 16,2 persen yang didukung oleh efek kenaikan tarif cukai hasil tembakau hingga 11,68 persen serta pelunasan maju pembelian pita cukai secara kredit.
Realisasi bea keluar ikut tumbuh 70,38 persen karena didukung oleh tumbuhnya ekspor minerba seperti konsentrat tembaga serta nikel dan bauksit hingga 261,32 persen serta penerimaan dari perusahaan Freeport sebesar Rp308,75 miliar.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani juga menyampaikan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah mencapai Rp71,1 triliun (tumbuh 22,1 persen) atau sekitar 25,8 persen dari target Rp275,4 triliun.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018
Tags: