"Untuk jangka pendek, yang kita lakukan adalah mengatur flow penumpang agar cepat dengan menambah tangga untuk perpindahan antara satu peron ke peron lainnya," katanya saat mengunjungi Stasiun Duri, Jakarta, Sabtu.
Sementara itu, dikemukakannya, untuk jangka menengah, lanjut mantan Direktur Utama Angkasa Pura II itu, yakni dengan menambah satu jalur lagi di Stasiun Duri. Dengan demikian, dari lima jalur yang ada saat ini, nantinya akan ada total enam jalur.
"Tapi, itu mungkin butuh waktu setahun atau satu setengah tahun karena kita harus membebaskan tanah dan harus mengubah sistem," ujarnya.
Baca juga: Menhub minta maaf atas kekacauan di Stasiun Duri
Ada pun untuk jangka panjang, Stasiun Duri nantinya akan diupayakan agar tidak dilalui kereta Bandara Soekarno Hatta sehingga jalur yang ada dimaksimalkan untuk perjalanan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek. Terlebih, kereta bandara juga tidak mengambil penumpang di Stasiun Duri yang memerlukan jalan pintas (short cut).
"Jadi, nanti kita buat short cut kereta bandara dari Tangerang langsung ke Grogol, tanpa melalui Duri," katanya.
Hal lain yang akan pula dilakukan dalam jangka panjang, lanjut Budi, adalah dengan mengubah sistem persinyalan yang saat ini fixed block menjadi moving block.
Ia menilai, perubahan sistem persinyalan itu diharapkan juga bisa diterapkan di semua rute KRL Jabodetabek, bukan hanya di KRL lintas Duri-Tangerang.
Baca juga: Kapasitas Stasiun Duri akan diperluas
Perubahan sistem persinyalan itu, menurut dia, meski masih dalam tahap rencana akan menggunakan anggaran Kementerian Perhubungan meski tanggung jawab penugasan perkeretaapian ada di tangan PT KAI (Persero), termasuk mengutamakan jangka waktu kedatangan kereta (headway).
"Dengan digunakannya moving block, headway menjadi lebih pendek, bahkan bisa mencapai 30 hingga 40 persen," demikian Budi Karya Sumadi.
Baca juga: Menhub sidak ke Stasiun Duri