100 desa di Sintang masih sengketa batas
13 April 2018 17:35 WIB
Seorang pebola voli melompat untuk melakukan smash dalam ajang Gala Desa 2017 di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Sabtu (21/10/2017). (ANTARA/Michael Siahaan)
Pontianak (ANTARA News) - Wakil Bupati Sintang, Kalimantan Barat Askiman mengatakan, masih ada sekitar 100 desa di kabupaten itu hasil pemekaran beberapa waktu lalu masih memiliki persoalan sengketa batas.
"Ada batas-batas yang belum disepakati. Ada juga yang sudah disepakati, namun belum ada penegasannya. Itu yang harus kita selesaikan segera," kata Askiman di Sintang, Jumat.
Menurut Askiman, kemungkinan konflik akibat belum diselesaikannya persoalan batas wilayah desa bisa memicu ketidakstabilan di Sintang.
Dikatakan dia, prinsipnya akan digunakan dasar peta tata ruang kabupaten, dan menggunakan peta pembentukan desa lama.
"Kita lakukan sosialisasi kembali atas peraturan bupati (perbup) yang salah satunya tentang penegasan hak masyarakat atas sumber daya alam sebelumnya, dimiliki secara turun temurun dan tidak berubah. Karena itu, adanya penegasan batas wilayah," katanya.
Askiman mengharapkan, adanya telaah ulang atas dokumen-dokumen yang ada terkait dengan pemekaran desa sehingga kemudian tim dapat melakukan sinkronisasi peta.
Sedangkan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Ulidal Mohtar menyampaikan beberapa kendala yang terjadi dalam proses sengketa batas wilayah desa.
"Prosesnya agak rumit, karena masing-masing pihak berkeras atas batas-batas yang diklaim oleh masyarakat. Sehingga muncul perdebatan yang cukup emosional," kata Ulidal.
Dikatakan dia, proses ini juga memakan waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya. "Ada konflik kepentingan yang muncul setelah batas wilayah dibuat namun belum ditegaskan. Misalnya keberadaan perusahaan di daerah batas wilayah," kata Ulidal lagi.
"Ada batas-batas yang belum disepakati. Ada juga yang sudah disepakati, namun belum ada penegasannya. Itu yang harus kita selesaikan segera," kata Askiman di Sintang, Jumat.
Menurut Askiman, kemungkinan konflik akibat belum diselesaikannya persoalan batas wilayah desa bisa memicu ketidakstabilan di Sintang.
Dikatakan dia, prinsipnya akan digunakan dasar peta tata ruang kabupaten, dan menggunakan peta pembentukan desa lama.
"Kita lakukan sosialisasi kembali atas peraturan bupati (perbup) yang salah satunya tentang penegasan hak masyarakat atas sumber daya alam sebelumnya, dimiliki secara turun temurun dan tidak berubah. Karena itu, adanya penegasan batas wilayah," katanya.
Askiman mengharapkan, adanya telaah ulang atas dokumen-dokumen yang ada terkait dengan pemekaran desa sehingga kemudian tim dapat melakukan sinkronisasi peta.
Sedangkan Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Ulidal Mohtar menyampaikan beberapa kendala yang terjadi dalam proses sengketa batas wilayah desa.
"Prosesnya agak rumit, karena masing-masing pihak berkeras atas batas-batas yang diklaim oleh masyarakat. Sehingga muncul perdebatan yang cukup emosional," kata Ulidal.
Dikatakan dia, proses ini juga memakan waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya. "Ada konflik kepentingan yang muncul setelah batas wilayah dibuat namun belum ditegaskan. Misalnya keberadaan perusahaan di daerah batas wilayah," kata Ulidal lagi.
Pewarta: Teguh Imam Wibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: