Anggota DPR: peracik miras oplosan harus dihukum berat
12 April 2018 14:58 WIB
Sejumlah tersangka penjual dan pembuat minuman keras oplosan diperlihatkan saat rilis pengungkapan kasus minuman keras oplosan, di halaman Polres Jakarta Selatan, Rabu (11/4/2018). (ANTARA / Reno Esnir)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendesak aparat kepolisian menghukum distributor minuman keras oplosan dengan hukuman seberat-beratnya karena telah menghilangkan puluhan nyawa.
"Hukuman lebih berat patut diberikan kepada pengoplos minuman keras yang mendistribusikan ke masyarakat. Karena keuntungan semata, banyak korban jiwa melayang," KATANYA di Jakarta, Kamis.
Politisi Partai NasDem INI menegaskan razia terhadap minuman terlarang ini harus dilakukan secara berkala, tak hanya ketika muncul korban tewas.
Sahroni mengapreasiasi langkah tanggap kepolisian dalam penanganan kasus minuman keras oplosan ini. Sependapat dengan Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin, ia memandang 82 orang meninggal dunia dalam waktu sepekan akibat menenggak minuman keras merupakan fenomena yang meresahkan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keterangan Syafruddin, korban tewas tersebar masing-masing 31 orang di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sementara 51 orang lainnya di wilayah Jawa Barat.
"Langkah Wakapolri yang menginstruksikan seluruh jajaran Polda untuk menyelesaikan kasus secara tuntas dan mengungkap sampai ke akarnya patut kita apresiasi. Yang menjadi catatan, bukan hanya Polri yang harus ambil bagian dalam memerangi minuman oplosan," katanya.
Namun juga, lanjut dia, pemerintah daerah sampai level terendah hingga RT patut melakukan pengawasan dan memberikan informasi terhadap peredaran minuman keras oplosan.
"Dengan peran aktif RT dan RW pemetaan terhadap minuman keras oplosan akan lebih efektif," tuturnya.
Sahroni mendukung langkah Polri yang mengkaji kemungkinan dijeratnya tersangka kasus minuman keras oplosan dengan pembunuhan berencana melalui Pasal 340 KUHP. Jeratan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terbukti tak membuat gentar para pengoplos minuman keras mendistribusikan hasil karyanya ke masyarakat.
Sahroni pun meminta pengawasan terhadap bahan kimia yang dijual bebas lebih diperketat, seperti etanol dan metanol yang menjadi bahan dasar minuman keras oplosan.
Sepeti diberitakan media, khusus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berdasarkan data yang dimutakhirkan pada Rabu (11/4) malam, total korban minuman keras oplosan mencapai 189 orang, terdiri atas 188 laki-laki dan seorang perempuan, sebanyak 38 orang di antaranya tewas.
Semua korban dirawat di tiga rumah sakit, yakni RSUD Cicalengka, RSUD Ebah Majalaya, dan RS AMC Cileunyi, sejak Jumat pekan lalu.
Jawa Barat menjadi salah satu "daerah merah" peredaran minuman keras oplosan. Pada Januari lalu, tercatat sembilan orang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat.
"Hukuman lebih berat patut diberikan kepada pengoplos minuman keras yang mendistribusikan ke masyarakat. Karena keuntungan semata, banyak korban jiwa melayang," KATANYA di Jakarta, Kamis.
Politisi Partai NasDem INI menegaskan razia terhadap minuman terlarang ini harus dilakukan secara berkala, tak hanya ketika muncul korban tewas.
Sahroni mengapreasiasi langkah tanggap kepolisian dalam penanganan kasus minuman keras oplosan ini. Sependapat dengan Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin, ia memandang 82 orang meninggal dunia dalam waktu sepekan akibat menenggak minuman keras merupakan fenomena yang meresahkan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keterangan Syafruddin, korban tewas tersebar masing-masing 31 orang di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sementara 51 orang lainnya di wilayah Jawa Barat.
"Langkah Wakapolri yang menginstruksikan seluruh jajaran Polda untuk menyelesaikan kasus secara tuntas dan mengungkap sampai ke akarnya patut kita apresiasi. Yang menjadi catatan, bukan hanya Polri yang harus ambil bagian dalam memerangi minuman oplosan," katanya.
Namun juga, lanjut dia, pemerintah daerah sampai level terendah hingga RT patut melakukan pengawasan dan memberikan informasi terhadap peredaran minuman keras oplosan.
"Dengan peran aktif RT dan RW pemetaan terhadap minuman keras oplosan akan lebih efektif," tuturnya.
Sahroni mendukung langkah Polri yang mengkaji kemungkinan dijeratnya tersangka kasus minuman keras oplosan dengan pembunuhan berencana melalui Pasal 340 KUHP. Jeratan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terbukti tak membuat gentar para pengoplos minuman keras mendistribusikan hasil karyanya ke masyarakat.
Sahroni pun meminta pengawasan terhadap bahan kimia yang dijual bebas lebih diperketat, seperti etanol dan metanol yang menjadi bahan dasar minuman keras oplosan.
Sepeti diberitakan media, khusus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berdasarkan data yang dimutakhirkan pada Rabu (11/4) malam, total korban minuman keras oplosan mencapai 189 orang, terdiri atas 188 laki-laki dan seorang perempuan, sebanyak 38 orang di antaranya tewas.
Semua korban dirawat di tiga rumah sakit, yakni RSUD Cicalengka, RSUD Ebah Majalaya, dan RS AMC Cileunyi, sejak Jumat pekan lalu.
Jawa Barat menjadi salah satu "daerah merah" peredaran minuman keras oplosan. Pada Januari lalu, tercatat sembilan orang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: