Washington (ANTARA News) - Kekurangan gizi dan anemia jauh melampaui tingkat darurat yang ditetapkan secara internasional di antara anak-anak etnis minoritas Rohingya, yang melarikan diri ke kamp pengungsian di Bangladesh, demikian peneliti Amerika Serikat memperingatkan pada Selasa (10/4).

Sebanyak 269 anak-anak berusia antara enam bulan hingga lima tahun diperiksa di kamp pengungsi Kutupalong pada Oktober 2017, kata para peneliti di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) Amerika Serikat.

Hampir 700.000 warga Rohingya tanpa status kewarganegaraan, mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh untuk menghindari operasi militer sejak Agustus.

Baca juga: Facebook berjanji atasi ujaran kebencian di Myanmar

Dalam penelitian tersebut, 24 persen anak dianggap mengalami kekurangan gizi akut, terindikasi dari tinggi badan, berat badan dan lingkar lengan mereka, yang meningkatkan risiko penyakit, kelaparan dan kematian pada mereka.

Malnutrisi kronis dialami 43 persen anak, dan 48 persen mengalami anemia berat, atau kadar zat besi yang rendah.

Ambang darurat global -- saat ketika situasi dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang tinggi dan tindakan harus segera diambil -- untuk kekurangan gizi akut sebesar 15 persen, dan untuk anemia itu 40 persen, menurut para peneliti.

"Prevalensi tinggi anemia dan pola makan yang buruk menekankan perlunya menyediakan ransum keluarga yang lebih beragam, memperluas distribusi suplemen makanan tambahan dan mendukung untuk terus menyusui," kata surat penelitian di Journal of the American Medical Association (JAMA).

"Peneliti mengingatkan bahwa studi mereka terbatas pada satu kamp saja."

Baca juga: PBB: Myanmar tidak siap bagi pemulangan pengungsi Rohingya