Nelayan Myanmar divonis bayar denda Rp200 juta
10 April 2018 07:18 WIB
Ilustrasi - Polairud Baharkam Polri menjaga kapal berbendera Vietnam beserta anak buah kapal (ABK) yang tertangkap ketika melakukan illegal fishing di Pelabuhan Makobar, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (14/7/2017). (ANTARA FOTO/M N Kanwa)
Banda Aceh, (ANTARA News) - Seorang nelayan Myanmar, Win Su Htwe, divonis membayar denda sebesar Rp200 juta karena terbukti melakukan pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Faisal Mahdi didampingi Nurmiati dan Supriadi masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin.
"Terdakwa Win Su Htwe dinyatakan bersalah melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia. Terdakwa dijatuhi hukuman membayar denda Rp200 juta," kata Faisal Mahdi, ketua majelis hakim.
Majelis hakim menegaskan, terdakwa Win Su Htwe bersalah melanggar Pasal 92 juncto Pasal 26 Ayat (1) juncto Pasal 102 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Putusan majelis hakim tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum membayar denda Rp200 juta. Namun, majelis hakim tidak memutuskan hukuman subsidair enam penjara jika terdakwa tidak membayar denda.
"Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan, maka perkara penangkapan ikan ilegal dengan terdakwa nelayan asing tidak dipidana penjara, tetapi membayar denda," kata majelis hakim.
Berdasarkan fakta persidangan, kata majelis hakim, terdakwa ditangkap saat menangkap ikan di perairan Indonesia, wilayah Aceh, Selat Malaka oleh kapal patroli Kementerian Kelautan Perikanan atau KKP Hiu 12.
Terdakwa yang menakhodai kapal kayu dengan nama SLFA 4935 berbendera Malaysia ditangkap bersama tiga anak buah kapalnya, yang semua warga Myanmar pada 24 Januari 2018 sekitar pukul 04.46 WIB.
"Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan terdakwa di perairan Aceh tidak dilengkapi dokumen resmi dari Pemerintah Indonesia," kata majelis hakim menyebutkan.
Kemudian, lanjut majelis hakim, berdasarkan keterangan saksi-saksi, di kapal yang dinakhodai terdakwa ditemukan sekitar 720 kilogram ikan berbagai jenis. Ikan tersebut ditangkap di perairan Indonesia menggunakan pukat yang dilarang.
"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan Indonesia di sektor perikanan. Perbuatan terdakwa juga merusak sumber daya perikanan Indonesia karena menangkap ikan menggunakan pukat," sebut majelis hakim.
Majelis juga memutuskan barang bukti berupa satu unit kapal kayu, alat navigasi dan alat komunikasi kapal serta uang sekitar Rp2 juta lebih hasil penjualan 720 kilogram ikan hasil tangkapan terdakwa dirampas untuk negara.
"Sedangkan pukat yang digunakan terdakwa menangkap ikan di wilayah Indonesia dirampas untuk dimusnahkan," sebut majelis hakim.
Atas putusan tersebut, terdakwa Win Su Htwe menyatakan menerimanya. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zuhri menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk JPU untuk pikir-pikir.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Faisal Mahdi didampingi Nurmiati dan Supriadi masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin.
"Terdakwa Win Su Htwe dinyatakan bersalah melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia. Terdakwa dijatuhi hukuman membayar denda Rp200 juta," kata Faisal Mahdi, ketua majelis hakim.
Majelis hakim menegaskan, terdakwa Win Su Htwe bersalah melanggar Pasal 92 juncto Pasal 26 Ayat (1) juncto Pasal 102 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Putusan majelis hakim tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum membayar denda Rp200 juta. Namun, majelis hakim tidak memutuskan hukuman subsidair enam penjara jika terdakwa tidak membayar denda.
"Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan, maka perkara penangkapan ikan ilegal dengan terdakwa nelayan asing tidak dipidana penjara, tetapi membayar denda," kata majelis hakim.
Berdasarkan fakta persidangan, kata majelis hakim, terdakwa ditangkap saat menangkap ikan di perairan Indonesia, wilayah Aceh, Selat Malaka oleh kapal patroli Kementerian Kelautan Perikanan atau KKP Hiu 12.
Terdakwa yang menakhodai kapal kayu dengan nama SLFA 4935 berbendera Malaysia ditangkap bersama tiga anak buah kapalnya, yang semua warga Myanmar pada 24 Januari 2018 sekitar pukul 04.46 WIB.
"Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan terdakwa di perairan Aceh tidak dilengkapi dokumen resmi dari Pemerintah Indonesia," kata majelis hakim menyebutkan.
Kemudian, lanjut majelis hakim, berdasarkan keterangan saksi-saksi, di kapal yang dinakhodai terdakwa ditemukan sekitar 720 kilogram ikan berbagai jenis. Ikan tersebut ditangkap di perairan Indonesia menggunakan pukat yang dilarang.
"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan Indonesia di sektor perikanan. Perbuatan terdakwa juga merusak sumber daya perikanan Indonesia karena menangkap ikan menggunakan pukat," sebut majelis hakim.
Majelis juga memutuskan barang bukti berupa satu unit kapal kayu, alat navigasi dan alat komunikasi kapal serta uang sekitar Rp2 juta lebih hasil penjualan 720 kilogram ikan hasil tangkapan terdakwa dirampas untuk negara.
"Sedangkan pukat yang digunakan terdakwa menangkap ikan di wilayah Indonesia dirampas untuk dimusnahkan," sebut majelis hakim.
Atas putusan tersebut, terdakwa Win Su Htwe menyatakan menerimanya. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zuhri menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari untuk JPU untuk pikir-pikir.
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: