Industri padat karya orientasi ekspor berkontribusi di Jateng
9 April 2018 08:53 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan pemaparan mengenai pengembangan industri nasional ketika berdialog dengan mahasiswa di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, Jumat. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian fokus memacu pengembangan industri manufaktur di Jawa Tengah berbasis pada sektor padat karya berorientasi ekspor.
Misalnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, serta furnitur, yang selama ini telah memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional.
“Sektor-sektor tersebut memiliki kinerja yang cukup baik. Apalagi, adanya Kawasan Industri Kendal, kami terus aktif untuk menarik investasi masuk,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya diterima di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, nilai investasi industri manufaktur pada 2015 mencapai Rp10,7 triliun, dan ditargetkan naik 10 kali lipat menjadi Rp104,3 triliun di tahun 2035.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga diprediksi meningkat, dari 3,2 juta orang tahun 2015 menjadi 6,2 juta orang pada 2035.
Guna mewujudkannya, salah satu yang akan berperan penting, yaitu kontribusi dari perusahaan-perusahaan baru yang beroperasi di Kawasan Industri Kendal.
Hingga Januari 2018, kawasan terintegrasi yang diresmikan sejak November 2016 itu, telah menarik sebanyak 39 investor yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, China dan Jepang.
Kawasan tersebut ditargetkan akan menyerap potensi investasi hingga Rp200 triliun dan tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang. Perusahaan-perusahaan yang telah berdiri di Kawasan Industri Kendal, antara lain sektor industri furnitur, makanan, kemasan makanan, baja, label printing, dan boneka.
Menperin juga mengungkapkan, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi tujuan utama para investor menanamkan modalnya untuk perluasan usaha.
“Misalnya saja, saya melihat di Boyolali, tingkat pengangguran di sana itu mendekati nol, karena ekspansi perusahaan-perusahaan yang begitu besar,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Airlangga, terjadi fenomena industri TPT di Jawa Barat merelokasi pabriknya ke daerah lain terutama ke Jawa Tengah.
“Adanya ekspansi dan investasi baru, industri TPT di Boyolali mencari tenaga kerja lebih dari 5.000 orang,” imbuhnya.
Hal tersebut, memperlihatkan pula bahwa industri TPT nasional pada tahun 2017 mampu tumbuh 3,45 persen, melonjak tajam dibanding tahun sebelumnya yang minus satu persen.
Sektor ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,58 juta orang atau menyumbang 21,2 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
Selanjutnya, penghasil devisa negara yang signifikan dari nilai ekspor TPT sebesar 12,59 miliar dolar AS atau 10,1 persen dari total ekspor manufaktur tahun 2017.
Industri TPT juga menyumbang sekitar 1,07 persen terhadap PDB nasional, dan mencatatkan nilai investasi hingga Rp10,19 triliun pada tahun 2017.
Misalnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, serta furnitur, yang selama ini telah memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional.
“Sektor-sektor tersebut memiliki kinerja yang cukup baik. Apalagi, adanya Kawasan Industri Kendal, kami terus aktif untuk menarik investasi masuk,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangannya diterima di Jakarta, Senin.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, nilai investasi industri manufaktur pada 2015 mencapai Rp10,7 triliun, dan ditargetkan naik 10 kali lipat menjadi Rp104,3 triliun di tahun 2035.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga diprediksi meningkat, dari 3,2 juta orang tahun 2015 menjadi 6,2 juta orang pada 2035.
Guna mewujudkannya, salah satu yang akan berperan penting, yaitu kontribusi dari perusahaan-perusahaan baru yang beroperasi di Kawasan Industri Kendal.
Hingga Januari 2018, kawasan terintegrasi yang diresmikan sejak November 2016 itu, telah menarik sebanyak 39 investor yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, China dan Jepang.
Kawasan tersebut ditargetkan akan menyerap potensi investasi hingga Rp200 triliun dan tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang. Perusahaan-perusahaan yang telah berdiri di Kawasan Industri Kendal, antara lain sektor industri furnitur, makanan, kemasan makanan, baja, label printing, dan boneka.
Menperin juga mengungkapkan, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menjadi tujuan utama para investor menanamkan modalnya untuk perluasan usaha.
“Misalnya saja, saya melihat di Boyolali, tingkat pengangguran di sana itu mendekati nol, karena ekspansi perusahaan-perusahaan yang begitu besar,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Airlangga, terjadi fenomena industri TPT di Jawa Barat merelokasi pabriknya ke daerah lain terutama ke Jawa Tengah.
“Adanya ekspansi dan investasi baru, industri TPT di Boyolali mencari tenaga kerja lebih dari 5.000 orang,” imbuhnya.
Hal tersebut, memperlihatkan pula bahwa industri TPT nasional pada tahun 2017 mampu tumbuh 3,45 persen, melonjak tajam dibanding tahun sebelumnya yang minus satu persen.
Sektor ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,58 juta orang atau menyumbang 21,2 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur.
Selanjutnya, penghasil devisa negara yang signifikan dari nilai ekspor TPT sebesar 12,59 miliar dolar AS atau 10,1 persen dari total ekspor manufaktur tahun 2017.
Industri TPT juga menyumbang sekitar 1,07 persen terhadap PDB nasional, dan mencatatkan nilai investasi hingga Rp10,19 triliun pada tahun 2017.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018
Tags: