Petambak di Penajam merugi akibat pencemaran minyak di Teluk Balikpapan
8 April 2018 18:01 WIB
Dokumentasi Sejumlah petugas PT Pertamina menyemprotkan cairan khusus untuk membersihkan minyak di perairan Jetty Dermaga Pelabuhan Pertamina di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (6/4/2018). Hingga saat ini PT Pertamina masih terus melakukan pembersihan laut yang tercemar tumpahan minyak di Perairan Teluk Balikpapan agar tidak merusak ekosistem air. (ANTARA FOTO/SHERAVIM)
Penajam (ANTARA News) - Petambak udang lobster di wilayah Rukun Tetangga 17 Kerok Laut Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, merugi hingga mencapai Rp500 juta akibat tumpahan minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan.
Salah satu pemilik tambak, Basrun saat ditemui Antara di Penajam, Minggu, mengaku tumpahan minyak mentah di Teluk Balikpapan mencemari kolam penampungan atau tambak udang lobster miliknya.
Sebanyak 85 kolam penampungan udang lobster milik Basrun yang berada di tengah laut terpapar tumpahan minyak mentah sehingga udang lobster yang ditanam ditambak mati.
"Saya terpaksa melakukan panen dini untuk menyelamatkan udang lobster karena tambak tercemar minyak mentah, dan udang banyak yang mati" katanya.
Akibat tambak tercemari tumpahan minyak mentah tersebut, Basrun mengalami kerugian cukup besar, hasil panen udang turun, dan puluhan bibit udang lobster ikut mati tercemar minyak mentah.
"Puluhan tambak atau kolam penampungan untuk sementara tidak bisa digunakan karena masih penuh dengan bekas minyak," ujarnya.
Basrun membudidayakan dua jenis udang lobster yakni mutiara dengan harga jual Rp700.000 per kilogram dan Pakistan dengan harga jual Rp350.000 per kilogram.
Pencemaran minyak mentah, katanya, merusak jaring penahan kolam penampungan sehingga untuk perbaikan menyeluruh dibutuhkan waktu sekitar enam bulan, bahkan lebih.
"Kalau ditotal secara kesuluruhan kerugian saya akibat tambak udang lobster tercemar minyak mencapai lebih kurang Rp500 juta," ungkpnya.
Ia meminta pihak instansi terkait atas terjadinya tumpahan minyak mentah tersebut bertanggung jawab karena modal untuk budi daya udang lobster sekitar Rp300 juta meminjam perbankan.
Sementara hasil penjualan tidak mencapai target karena terdampak pencemaran dari putusnya pipa penyaluran minyak mentah bawah laut milik PT Pertamina (Persero) dari Terminal Lawe-Lawe menuju Kilang Minyak RU V Balikpapan.
Salah satu pemilik tambak, Basrun saat ditemui Antara di Penajam, Minggu, mengaku tumpahan minyak mentah di Teluk Balikpapan mencemari kolam penampungan atau tambak udang lobster miliknya.
Sebanyak 85 kolam penampungan udang lobster milik Basrun yang berada di tengah laut terpapar tumpahan minyak mentah sehingga udang lobster yang ditanam ditambak mati.
"Saya terpaksa melakukan panen dini untuk menyelamatkan udang lobster karena tambak tercemar minyak mentah, dan udang banyak yang mati" katanya.
Akibat tambak tercemari tumpahan minyak mentah tersebut, Basrun mengalami kerugian cukup besar, hasil panen udang turun, dan puluhan bibit udang lobster ikut mati tercemar minyak mentah.
"Puluhan tambak atau kolam penampungan untuk sementara tidak bisa digunakan karena masih penuh dengan bekas minyak," ujarnya.
Basrun membudidayakan dua jenis udang lobster yakni mutiara dengan harga jual Rp700.000 per kilogram dan Pakistan dengan harga jual Rp350.000 per kilogram.
Pencemaran minyak mentah, katanya, merusak jaring penahan kolam penampungan sehingga untuk perbaikan menyeluruh dibutuhkan waktu sekitar enam bulan, bahkan lebih.
"Kalau ditotal secara kesuluruhan kerugian saya akibat tambak udang lobster tercemar minyak mencapai lebih kurang Rp500 juta," ungkpnya.
Ia meminta pihak instansi terkait atas terjadinya tumpahan minyak mentah tersebut bertanggung jawab karena modal untuk budi daya udang lobster sekitar Rp300 juta meminjam perbankan.
Sementara hasil penjualan tidak mencapai target karena terdampak pencemaran dari putusnya pipa penyaluran minyak mentah bawah laut milik PT Pertamina (Persero) dari Terminal Lawe-Lawe menuju Kilang Minyak RU V Balikpapan.
Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018
Tags: