DPR dan pemerintah sepakat evaluasi pelaksanaan Pilkada langsung
6 April 2018 18:06 WIB
Dokumentasi petugas membantu warga melakukan perekaman KTP elektronik di Kantor kecamatan Kota Palembang,Sumsel, Jumat (23/12/2018). Perekaman data ini juga untuk menjamin akurasi data Pilkada Serentak 2018. (ANTARA FOTO/Feny Selly)
Jakarta (ANTARA News) - DPR dan pemerintah --dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri-- sepakat akan mengevaluasi pelaksanaan Pilkada langsung, yang sudah berjalan sejak 2015, 2017, dan akan berlangsung pada 2018, apakah memberikan dampak positif bagi masyarakat.
"Terkait Pilkada langsung, kami evaluasi ternyata banyak masalah yang dihadapi. Kami minta kelompok masyarakat untuk melihat kembali apakah Pilkada langsung memberikan manfaat bagi masyarakat," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo usai menerima kunjungan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, jika Pilkada langsung memberikan manfaat maka silahkan dilanjutkan namun kalau tidak maka perlu dievaluasi karena institusinya tidak mau pelaksanaan Pilkada menyebabkan perpecahan masyarakat.
Selain itu menurut dia, dalam Pilkada, korupsi semakin banyak karena biaya politik tinggi misalnya untuk mendapatkan tiket untuk maju dalam kontestasi Pilkada.
"Untuk mendapatkan tiket saja harus mengeluarkan biaya yang luar biasa besar, belum biaya kampanye, biaya saksi dan biaya penyelenggaraannya hampir Rp18 triliun," ujarnya.
Bambang mengatakan setelah pelaksanaan Pilkada 2018, institusinya akan mengevaluasi pelaksanaan semua Pilkada lalu hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat.
Dia mengatakan, pada 2009, DPR setuju bahwa Pilkada dipilih di DPRD namun saat itu keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang isinya kembali pada Pilkada langsung.
"Kami juga mendengarkan masukan dari wartawan, apakah ada korelasinya dengan perbaikan indeks korupsi atau justru sebaliknya," katanya.
Kumolo mengatakan, dalam pertemuan dengan para pimpinan DPR dibahas implikasi Pilkada serentak yang berbiaya tinggi dan akhirnya banyak para calon kepala daerah ditangkap tangan KPK.
Dia mengatakan, pemerintah berpandangan masyarakat memiliki hak memilih pimpinannya di daerah dan wakil namun yang menjadi persoalan ketika seorang maju dalam Pilkada harus mengeluarkan dana puluhan miliar rupiah.
"Dia seorang tokoh yang dipilih rakyat dan memiliki amanah namun terlibat korupsi. Ini baru tahap diskusi dan baru direspon KPK," katanya.
Dia mengatakan sistem pelaksanaan Pilkada sudah bagus namun ada oknum dalam sistem tersebut sehingga apakah sistemnya harus dibongkar atau diganti, itu yang belum bisa dipastikan.
"Terkait Pilkada langsung, kami evaluasi ternyata banyak masalah yang dihadapi. Kami minta kelompok masyarakat untuk melihat kembali apakah Pilkada langsung memberikan manfaat bagi masyarakat," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo usai menerima kunjungan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan, jika Pilkada langsung memberikan manfaat maka silahkan dilanjutkan namun kalau tidak maka perlu dievaluasi karena institusinya tidak mau pelaksanaan Pilkada menyebabkan perpecahan masyarakat.
Selain itu menurut dia, dalam Pilkada, korupsi semakin banyak karena biaya politik tinggi misalnya untuk mendapatkan tiket untuk maju dalam kontestasi Pilkada.
"Untuk mendapatkan tiket saja harus mengeluarkan biaya yang luar biasa besar, belum biaya kampanye, biaya saksi dan biaya penyelenggaraannya hampir Rp18 triliun," ujarnya.
Bambang mengatakan setelah pelaksanaan Pilkada 2018, institusinya akan mengevaluasi pelaksanaan semua Pilkada lalu hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat.
Dia mengatakan, pada 2009, DPR setuju bahwa Pilkada dipilih di DPRD namun saat itu keluar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang isinya kembali pada Pilkada langsung.
"Kami juga mendengarkan masukan dari wartawan, apakah ada korelasinya dengan perbaikan indeks korupsi atau justru sebaliknya," katanya.
Kumolo mengatakan, dalam pertemuan dengan para pimpinan DPR dibahas implikasi Pilkada serentak yang berbiaya tinggi dan akhirnya banyak para calon kepala daerah ditangkap tangan KPK.
Dia mengatakan, pemerintah berpandangan masyarakat memiliki hak memilih pimpinannya di daerah dan wakil namun yang menjadi persoalan ketika seorang maju dalam Pilkada harus mengeluarkan dana puluhan miliar rupiah.
"Dia seorang tokoh yang dipilih rakyat dan memiliki amanah namun terlibat korupsi. Ini baru tahap diskusi dan baru direspon KPK," katanya.
Dia mengatakan sistem pelaksanaan Pilkada sudah bagus namun ada oknum dalam sistem tersebut sehingga apakah sistemnya harus dibongkar atau diganti, itu yang belum bisa dipastikan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018
Tags: